BI Pantau Ketat Dampak Tarif Impor AS, Intervensi untuk Jaga Stabilitas Rupiah

BI Pantau Ketat Dampak Tarif Impor AS, Intervensi untuk Jaga Stabilitas Rupiah

PEKANBARU - Bank Indonesia (BI) mengambil langkah tegas dalam merespons dampak kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 32%, dengan fokus utama pada menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar keuangan global.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa kondisi pasar keuangan global saat ini sangat fluktuatif. Indeks saham mengalami pelemahan, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury) turun ke titik terendah sejak Oktober 2024.

“BI secara konsisten berada di pasar spot untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kami melakukan intervensi melalui instrumen domestic non-delivery forward (DNDF), pasar spot, dan **pasar Surat Berharga Negara (SBN),” ujar Ramdan dalam pernyataan resminya.

Melalui strategi yang disebut "triple intervention", BI berupaya memastikan ketersediaan likuiditas valas, menjaga kepercayaan pasar, dan meredam volatilitas yang bisa mengguncang sektor keuangan domestik.

Kebijakan ini juga bertujuan menjaga ekspektasi positif pelaku pasar terhadap perekonomian Indonesia di tengah tekanan eksternal.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif dasar 10% atas semua impor ke AS. Namun, negara-negara tertentu, termasuk Indonesia, terkena tarif lebih tinggi sebagai bentuk balasan terhadap bea masuk atas produk-produk AS yang diterapkan sebelumnya.

Ekonom senior dan pendiri Indef, Didin S. Damanhuri, memperkirakan kebijakan tarif ini dapat memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah. Ia memperingatkan bahwa rupiah bisa melemah hingga menyentuh Rp 17.000 per dolar AS jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat.

Berita Lainnya

Index