Konflik Israel-Iran Membara, Isyarat Awal Perang Dunia III?

Konflik Israel-Iran Membara, Isyarat Awal Perang Dunia III?

(HALOBISNIS) - Isyarat akan meletusnya Perang Dunia III semakin nyata di Timur Tengah. Serangan besar-besaran Israel ke jantung Iran pada Jumat (13/6/2025) dini hari waktu setempat telah memicu babak baru dalam eskalasi konflik dua negara musuh bebuyutan ini.

Israel meluncurkan Operation Rising Lion, menyerang sedikitnya 150 target strategis di Teheran dan sekitarnya. Dalam serangan itu, sembilan ilmuwan nuklir Iran dilaporkan tewas, termasuk sejumlah jenderal Garda Revolusi. Salah satu rudal bahkan menghancurkan blok apartemen 14 lantai, menewaskan 60 orang, termasuk 29 anak-anak.

Tak lama berselang, Iran membalas. Sekitar 100 drone tempur dikerahkan ke wilayah Israel, terutama Tel Aviv. Serangan balasan ini menewaskan tiga warga sipil dan melukai lebih dari 170 lainnya. Sirene serangan udara meraung sepanjang malam, memaksa ribuan warga mengungsi ke tempat perlindungan.

Ketegangan yang semakin tak terkendali ini memicu kekhawatiran banyak pihak bahwa dunia sedang menyaksikan awal dari Perang Dunia III. Skala serangan, teknologi militer yang digunakan, dan ancaman keterlibatan negara lain menjadikan konflik ini jauh melampaui perang regional biasa.

Pengamat militer dari Universitas Buckingham, Prof Anthony Glees, menyebut strategi Israel yang memadukan serangan udara, drone, dan serangan siber sebagai bentuk baru dari perang modern. “Ini bisa jadi cetak biru Perang Dunia III. Kita akan melihat bukan hanya bom dan rudal, tapi juga serangan digital dan sistem komunikasi lumpuh total,” katanya dikutip Economic Times, Minggu (15/6/2025).

Glees juga mewanti-wanti potensi keterlibatan kekuatan besar dunia seperti Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara, apalagi jika Amerika Serikat terdistraksi atau terpaksa turun tangan langsung di medan perang.

Saat ini dunia memang bereaksi cepat terhadap konflik tersebut. PM Inggris Keir Starmer langsung menghubungi Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, menyerukan pentingnya deeskalasi. Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump memerintahkan penarikan staf kedutaan dari Irak, Bahrain, dan Kuwait sebagai langkah pencegahan.

Hanya saja sikap Donald Trump terlihat condong membela Israel karena alasan khusus. “Kami tidak akan membiarkan mereka (Iran) memiliki senjata nuklir. Titik,” ujarnya.

Israel sendiri menyatakan serangan ke Iran belum selesai. PM Benjamin Netanyahu bersumpah akan menggempur lebih keras. “Apa yang mereka rasakan baru permulaan. Kami akan hancurkan semua fasilitas dan simbol kekuasaan Ayatollah,” kata Netanyahu.

Sumber militer Israel mengeklaim bahwa fasilitas pengayaan uranium di Natanz dan Isfahan telah rusak berat. Serangan juga menghantam hanggar militer di Bandara Mehrabad, Teheran. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi adanya kebocoran radiasi, namun menyebut kondisinya masih terkendali.

Di tengah panasnya situasi, perundingan diplomatik antara Iran dan AS yang sedianya digelar di Oman dibatalkan sepihak oleh Teheran. “Tidak ada gunanya berunding di tengah hujan rudal,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran.

Salah satu serangan Israel juga menghantam fasilitas gas South Pars di Bushehr, menyebabkan gangguan produksi dan kebakaran besar. Harga minyak global melonjak hingga 7%. Iran bahkan mengancam akan menutup Selat Hormuz—jalur vital pengiriman minyak dunia.

Meski kekuatan proksi Iran seperti Hezbollah dan Hamas sedang dalam posisi lemah, tekanan terhadap Ayatollah Khamenei semakin besar. Menyerah akan dilihat sebagai kekalahan besar, namun melawan berarti membuka pintu intervensi militer global.

Baik Israel maupun Iran sama-sama menunjukkan bahwa mereka siap untuk konflik jangka panjang. Hal ini membuat dunia menyaksikan dengan napas tertahan. Pertanyaannya kini bukan lagi kapan konflik ini akan berakhir, tapi apakah kita tengah menyaksikan babak pembuka dari Perang Dunia III?

Berita Lainnya

Index