Perang Dagang AS-China Memanas, Harga iPhone Diprediksi Tembus US$ 3.000

Perang Dagang AS-China Memanas, Harga iPhone Diprediksi Tembus US$ 3.000

PEKANBARU - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah kedua negara saling memberikan tarif balasan. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak besar pada industri teknologi global, termasuk Apple Inc.

Dilansir dari AP News, harga iPhone diprediksi melonjak hingga tiga kali lipat dari harga saat ini yang sekitar US$ 1.000, menjadi lebih dari US$ 3.000. Kenaikan harga ini dipicu oleh kemungkinan Apple memindahkan sebagian besar lini produksinya dari China ke dalam negeri AS.

Presiden AS Donald Trump disebut mendorong perusahaan teknologi asal Amerika, termasuk Apple, untuk memindahkan produksi ke dalam negeri guna mengurangi ketergantungan terhadap China. Apple sendiri telah memproduksi iPhone di China sejak perangkat tersebut pertama kali diluncurkan 18 tahun silam.

Namun, memindahkan produksi iPhone ke AS bukanlah langkah mudah. Selain membutuhkan waktu panjang, biaya yang dibutuhkan diperkirakan mencapai miliaran dolar AS. Jika rencana itu direalisasikan, Apple kemungkinan besar harus menaikkan harga jual iPhone secara signifikan.

Meskipun barang-barang elektronik saat ini masih dikecualikan dari tarif impor baru AS terhadap China, tidak ada jaminan kebijakan ini akan tetap berlaku di masa depan.

Di tengah situasi ini, Apple belum memberikan pernyataan resmi. Namun, CEO Apple Tim Cook dijadwalkan akan memberikan keterangan dalam forum tanya jawab dengan para analis keuangan terkait hasil kinerja perusahaan dan langkah strategis selanjutnya.

Akibat ketidakpastian tersebut, saham Apple telah turun hingga 15 persen sejak Trump mengumumkan kebijakan tarif balasan pada Rabu (2/4/2025) lalu. Nilai pasar Apple juga menyusut sekitar US$ 500 miliar dalam kurun waktu yang sama.

Jika eskalasi perang dagang berlanjut, Apple kemungkinan besar akan menaikkan harga produk-produk lainnya karena terganggunya rantai pasokan yang selama ini sangat tergantung pada China, India, dan negara-negara lain.

Berita Lainnya

Index