PEKANBARU (HALOBISNIS) - Lebih dari seribuan massa yang tergabung dalam KOMMARI, AMMP, dan FORMAS TAKA, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Kamis (20/11/2025).
Dengan pengawalan ketat aparat dari Polri dan TNI, massa menyampaikan aspirasi terkait penertiban lahan sawit warga di kawasan hutan, termasuk di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Mereka meminta hak lahan mereka dikembalikan.
Massa meminta Kepala Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) hadir menemui massa.
"Kami ingin pimpinan Satgas turun ke sini," kata massa melalui orator demo.
Setelah berorasi, sekitar 20 orang perwakilan massa melakukan pertemuan di aula Gedung Satya Adhi Wicaksana, Kantor Kejati Riau, untuk membahas lahan dan kebun sawit warga. Dialog berlangsung tertutup hampir 3 jam.
Dalam pertemuan itu hadir Komandan Satgas PKH, Mayjen TNI Dody Triwinarto, Kepala Kejati Riau, Sutikno, Wakapolda Riau, Brigjen Jossy Kusumo, Ketua DPD Riau Kaderismanto, Kapolres Pelalawan AKBP John Letdrada dan lainnya.
Mayjen TNI Dody Triwinarto usai pertemuan menyampaikan keingintahuan masyarakat lebih jauh perihal masalah lahan sawit yang diambil alih karena masuk kawasan hutan adalah hal lumrah.
"Namanya masyarakat mau mencari tahu. Hanya mungkin data yang diminta kawan-kawan, kita kan datanya akumulasi, kalau minta spesifik, bukan di PKH-nya, (itu) kelembagaan, dalam hal ini Kementerian Kehutanan," ujar Mayjen Dody.
Mayjen Dody menyebut, masyarakat juga menyampaikan keinginan agar lahan yang sudah dikuasai negara dapat dikerjasamakan kembali dengan masyarakat sendiri, bukan dikelola PT Agrinas Palma Nusantara bersama pihak ketiga.
"(Masyarakat minta) bisa tidak lahan yang sudah dikuasai negara dikerjasamakan kembali dengan masyarakat di situ (tempatan, red). Ini yang sedang kita cari solusi, kita akan menjembatani dan mengomunikasikan dengan kawan-kawan di Agrinas. Apa yang sudah ditertibkan oleh Satgas bisa dikelola bersama-sama dengan masyarakat," tutur Mayjen Dody.
Ia turut menyinggung soal prinsip Presiden Prabowo Subianto, yang tentunya kebijakan orang nomor satu di Indonesia itu ingin membela hak rakyat.
“Pada prinsipnya Bapak Presiden RI tentunya membela hak rakyat, tidak akan pernah menyengsarakan rakyat,” ujarnya.
“Kita sebagai petugas yang mewakili pemerintah tentunya juga betul-betul memperjuangkan masyarakat,” tambah jenderal jebolan Akmil 1996 tersebut.
Terkait masalah ini, Mayjen Dody mengajak masyarakat untuk bisa sama-sama memantau kondisi terkini di lapangan. Ia berharap komunikasi antara petugas dengan masyarakat bisa lebih dipererat sehingga semua maksud dan tujuan program nasional ini bisa tercapai.
Diketahui, dalam aksi ini massa menyampaikan lima tuntutan. Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz menegaskan tuntutan ini muncul dari akumulasi persoalan yang mereka nilai telah mencederai keadilan dan mengabaikan hak-hak masyarakat, terutama terkait penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.
Diuraikan Aziz, pertama, pihaknya mendesak Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menunjukkan bukti pengukuhan kawasan hutan di Riau.
KOMMARI meminta Satgas PKH membuka seluruh dokumen proses pengukuhan kawasan hutan Provinsi Riau, mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016.
Bukti ini harus mencakup seluruh status kawasan, baik fungsi lindung/konservasi maupun kawasan hutan produksi.
"Selama bukti pengukuhan tidak dibuka secara transparan, tindakan Satgas PKH akan terus dianggap cacat prosedur dan merugikan masyarakat," tegas Abdul Aziz.
Kedua, massa meminta penghentian seluruh aktivitas Satgas PKH dan PT Agrinas Palma Nusantara.
Menurut KOMMARI, selama dokumen legal pengukuhan kawasan hutan tidak dibuktikan, maka seluruh kegiatan Satgas PKH dan Agrinas beserta kerja sama operasionalnya (KSO) harus dihentikan.
Ketiga, massa menuntut transparansi Agrinas mengenai luas lahan sitaan dan pendapatannya.
KOMMARI menuntut PT Agrinas Palma Nusantara membuka informasi kepada publik terkait total luas lahan sitaan yang dikuasai, lahan yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, serta total pendapatan dari seluruh kebun-kebun sitaan tersebut.
Keempat, massa meminta Pemerintah Pusat untuk menjalankan Putusan MK 35/2012 terkait tanah ulayat.
Aziz menegaskan bahwa pemerintah harus segera menata batas tanah ulayat masyarakat adat di Riau secara transparan dan melibatkan komunitas adat.
"Tanah ulayat tidak boleh diperlakukan sebagai kawasan hutan negara begitu saja. Putusan MK 35 itu final dan mengikat," ucapnya.
Terakhir, massa meminta pemerintah menarik aparat bersenjata dari konflik lahan masyarakat.
KOMMARI juga menuntut pemerintah pusat menghentikan pelibatan aparat bersenjata dalam setiap persoalan lahan yang bersinggungan dengan masyarakat sipil.
"Ini suara rakyat Riau. Kami ingin hukum ditegakkan, bukan dijadikan alat menekan warga," pungkas Aziz.