Mantan Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Dituntut 6 Tahun Penjara

Mantan Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Dituntut 6 Tahun Penjara

PEKANBARU (HALOBISNIS) - Mantan Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dituntut hukuman 6 tahun penjara. Risnandar dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemotongan Ganti Uang (GU) Persediaan dan Tambahan Uang (TU) Persediaan di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.

Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (12/8/2025).

JPU menyatakan Risnandar bersalah melanggar Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hal memberatkan hukuman, Risnandar tidak mendukung upaya pemerintah memberantas KKN. Hal meringankan, terdakwa sopan di persidangan, mengakui perbuatannya, dan belum pernah dihukum.

"Menyatakan Terdakwa Risnandar Mahiwa terbukti secara sah bersalah sebagaimana pasal kedua. Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun," ujar JPU Meyer Volmer Simanjuntak di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama.

Selain penjara, Risnandar juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta. Dengan ketentuan jika tidak dibayar dapat diganti kurungan selama 4 bulan.

Risnandar juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp3.818.395.000. "Satu bulan setelah putusan tetap, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara. Jika tak mencukupi diganti hukuman 1 tahun penjara," kata JPU.

 

 

Mendengar tuntutan itu, Risnandar terlihat beberapa kali menggelengkan kepala. Selanjutnya, melalui penasihat hukumnya, Risnandar menyatakan mengajukan pembelaan atau pledoi.

Majelis hakim mengagendakan persidangan lanjutan dengan agenda pledoi pada dua pekan mendatang. "Sidang dilanjutkan pada 26 Agustus dengan agenda pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum," jelas hakim.

JPU mendakwa Risnandar Mahiwa, mantan Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, dan mantan Kepala Bagian Umum Setdako, Novin Karmila, melakukan korupsi anggaran rutin Pemko Pekanbaru dengan modus pemotongan Uang GU Persediaan dan TU Persediaan.

Ketiga terdakwa didakwa menerima uang atau memotong anggaran rutin yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pekanbaru 2024 sebesar Rp8.959.095.000.

"Uang tersebut diperoleh dengan cara memotong pencairan GU dan TU yang seharusnya digunakan untuk keperluan negara dan pegawai negeri," ujar JPU.

Dari jumlah itu, ketiga terdakwa menerima dengan jumlah berbeda. Risnandar Mahiwa menerima Rp2.912.395.000, Indra Pomi menerima Rp2.410.000.000, dan Novin Karmila Rp2.036.700.000.

Uang tersebut juga diterima Nugroho Dwi Triputranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar Mahiwa. Ia memperoleh uang Rp1,6 miliar.

"Uang itu dibayarkan seolah-olah mempunyai utang kepada Terdakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution, dan Novin Karmila serta Nugroho Dwi Triputranto. Padahal pemotongan serta penerimaan uang tersebut bukan merupakan utang," jelas JPU.

JPU menjelaskan, perbuatan Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution, dan Novin Karmila serta Nugroho Dwi Triputranto terjadi pada medio Mei hingga Desember 2024.

"Ketika itu Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru mencairkan GU sebesar Rp26.548.731.080,00 dan TU sebesar Rp11.244.940.854,00, dengan total keseluruhan mencapai Rp37.793.671.934,00,” jelas JPU.

Setiap dilakukan pencairan ke Setdako Pekanbaru, Novin Karmila akan memberitahukannya kepada Risnandar Mahiwa. Selanjutnya, Risnandar meminta Indra Pomi untuk segera menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan SP2D yang diajukan oleh Novin Karmila.

Selain itu, Risnandar Mahiwa meminta Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Kota Pekanbaru untuk lebih mendahulukan pencairan GU maupun TU Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.

"Hal itu karena Terdakwa Risnandar dan Indra Pomi sudah mengetahui bahwa setelah uang GU/TU tersebut cair maka ketiga terdakwa akan menerima uang bagiannya masing-masing yang berasal dari hasil pemotongan GU/TU itu," kata JPU.

Setelah uang GU atau TU tersebut dicairkan, Novin Karmila mengarahkan Darmanto selaku bendahara pengeluaran pembantu untuk memotong sebagian uang dan diserahkan kepada Novin Karmila.

Kemudian, Novin Karmila menyerahkan uang tersebut kepada Risnandar Mahiwa, Indra Pomi, dan Nugroho Adi Triputranto alias Untung, termasuk untuk Novin Karmila sendiri.

Risnandar Mahiwa menerima uang Rp2.912.395.000 yang diberikan secara bertahap di rumah dinas Walikota Pekanbaru. Pada Juni 2024 diberikan oleh Novin Karmila di rumah dinas Wali Kota Pekanbaru sebesar Rp53 juta.

Pada Juli 2024, Risnandar Mahiwa menerima Rp500 juta, Agustus 2024 sebesar Rp250 juta. Pada September 2024 diserahkan oleh Novin Karmila dua kali dengan total Rp650 juta, masing-masing Rp300 juta dan Rp350 juta.

Kemudian pada Oktober 2024 menerima uang secara tunai yang diserahkan Novin Karmila sebesar Rp300 juta.

"Uang itu bersumber dari GU," kata JPU.

Selain itu, lanjut JPU, Risnandar Mahiwa pada November 2024 menerima dua kali dengan total Rp1 miliar dari TU. Masing-masing diberikan sebesar Rp500 juta.

Selanjutnya pada 29 November 2024, menerima sebesar Rp500 juta. "Sejak Mei 2024 sampai dengan bulan November 2024 juga menerima uang secara transfer untuk pembayaran jahit baju istri terdakwa sebesar Rp158.495.000," ungkap JPU.

Sementara Indra Pomi selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru mulai bulan Mei 2024 sampai dengan bulan November 2024 menerima Rp2.410.000.000.

Dana tersebut sebagian besar bersumber dari GU dan TU yang diserahkan oleh Novin Karmila di lingkungan Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.

JPU menyebut, pada Juni 2024, Indra Pomi menerima dana tunai sebesar Rp590 juta sebanyak lima kali penyerahan, masing-masing sebesar Rp140 juta, Rp100 juta, Rp200 juta, Rp50 juta, dan Rp100 juta.

"Seluruh dana tersebut berasal dari GU," ucap JPU.

Selanjutnya, pada Juli 2024, Indra Pomi kembali menerima uang tunai sebesar Rp400 juta dari sumber GU. Penerimaan berlanjut pada Agustus 2024 sebesar Rp20 juta, dan September 2024 sebanyak dua kali penyerahan dengan total Rp250 juta, masing-masing Rp200 juta dan Rp50 juta.

Pada Oktober 2024, Indra Pomi menerima Rp150 juta, dan pada November 2024 menerima dana tunai sebesar Rp1 miliar yang bersumber dari TU. Penyerahan terakhir dilakukan di rumah dinas Wali Kota Pekanbaru.

Sementara itu, Novin Karmila sendiri tercatat menerima aliran dana selama periode yang sama dengan total Rp2,036 miliar. Dana tersebut juga berasal dari GU dan TU.

Rinciannya Rp200 juta pada Juni, Rp50 juta pada Juli, Rp104 juta pada Agustus, Rp232,7 juta pada September, Rp200 juta pada Oktober, dan Rp1,25 miliar pada November.

Sementara ajudan Risnandar Mahiwa yakni Nugroho Adi Triputranto alias Untung menerima dana tunai sebesar Rp1,6 miliar selama periode Mei hingga November 2024. Dana tersebut diserahkan oleh Novin Karmila dan bersumber dari GU dan TU.

JPU menjelaskan, pada Juli 2024, Untung menerima uang tunai sebesar Rp50 juta di rumah dinas Wali Kota Pekanbaru. Pada September 2024, Rp200 juta, masing-masing Rp100 juta, dan Oktober 2024, ia menerima tambahan dana sebesar Rp200 juta.

Penerimaan terbesar terjadi pada 29 November 2024, saat Untung menerima tiga kali penyerahan uang secara tunai dengan total Rp1,15 miliar yang berasal dari TU. Rinciannya adalah Rp1 miliar, Rp100 juta, dan Rp50 juta.

Selain korupsi, para terdakwa juga didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru. Gratifikasi berupa uang dan barang mewah.

Risnandar menerima gratifikasi dari 8 ASN yang merupakan pejabat di Pemko Pekanbaru pada medio Mei hingga November 2024. Gratifikasi berupa uang dan barang dengan total nilai mencapai Rp906 juta.

Indra Pomi menerima gratifikasi senilai Rp1,215 miliar dari sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru, dan Novin Karmila menerima gratifikasi sebesar Rp300 juta.

Berita Lainnya

Index