KUANSING (HALOBISNIS) - Pacu Jalur, terdiri dari dua kata yakni 'pacu' dan 'jalur'. Pacu dalam bahasa Indonesia adalah lomba. Jalur adalah sampan yang terbuat dari kayu di hutan tertentu dengan syarat tertentu pula.
Keterangan tersebut dilansir dari jurnal 'Nilai Karakter dalam Budaya Pacu Jalur pada Masyarakat Teluk Kuantan Provinsi Riau' yang ditulis Hendri Marhadi dan Erlisnawati dari Universitas Negeri Riau, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar Volume 1 No 1 Februari 2017.
Sejarah Pacu Jalur
Pacu jalur ternyata dimulai sejak abad ke-17 di wilayah Rantau Kuantan, sepanDulu Sungai Kuantan. Kini menjadi wilayah Kecamatan Hulu Kuantan hingga Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, demikian dilansir dari situs Pemkab Kuansing.
Abad ke-17 transportasi darat belum berkembang, sehingga angkutan hasil bumi memanfaatkan jalur sungai dengan jalur atau sampan. Hasil bumi yang diangkut jalur seperti pisang dan tebu, sekaligus mengangkut manusia hingga 40-60 orang.
Dari kebiasaan ini muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah seperti ukiran kepala ular; buaya; atau harimau; baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung; tali-temali; selendang; tiang tengah (gulang-gulang); serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).
Kemudian, kegiatan tersebut berkembang menjadi lebih dari sekedar alat angkut. Kampung-kampung di sepanjang Batang Kuantan mulai menggelar Pacu Jalur untuk memperingati dan merayakan berbagai hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad, Hari Raya Idul Fitri, memperingati tahun baru Islam (1 Muharram), dan sebagainya. Demikian dikutip dari jurnal 'Perlombaan Pacu Jalur di Kuantan Singingi (2009-2019)' yang ditulis Risman, Meri Erawati dan Kaksim dari Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas PGRI Sumatera Barat, dalam Jurnal Pendidikan Tambusai Volume 7 Nomor 3 Tahun 2023.
Saat Belanda masuk ke dalam wilayah Rantau Kuantan dengan menduduki Kota Teluk Kuantan, pacu jalur dimanfaatkan untuk merayakan Hari Ulang Tahun atau kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Perayaan pacu jalur tak lagi di hari-hari besar Islam, tetapi hanya digelar setahun sekali saat HUT Ratu Wilhelmina yang membuat warga Rantau Kuantan menganggap sebagai datangnya Tahun Baru. Itulah sebabnya sampai saat ini Pacu Jalur ada yang masih menyebutnya Tambaru (tahun baru).
Proses Pembuatan Jalur
Ternyata untuk membangun jalur atau sampan yang diperlombakan, butuh proses panjang lho, detikers. Dari jurnal 'Perlombaan Pacu Jalur di Kuantan Singingi (2009-2019)' yang ditulis Risman, Meri Erawati dan Kaksim, begini prosesnya:
1. Rapat
Penunjukan partuo atau pengurus yang dihadiri oleh kepala desa, tokoh pemuda, panitia jalur sebelum jalur dibuat.
2. Mencari kayu jalur
Setelah partuo dibentuk, maka dicari kayu untuk membuat jalur. Jenisnya dicari dari yang tahan air dan tak mudah pecah bila dibentuk jalur, biasanya dari jenis kure atau kayu benio.
Dukun jalur dilibatkan dalam proses ini karena dianggap mengetahui mambang-mambang (makhluk gaib) yang mendiami kayu.
3. Menobang (menebang)
Apabila kayu sudah diperoleh, diadakan upacara menobang yang dipimpin dukun jalur. Upacara dimaksudkan untuk menghindari hal-hal tak diinginkan bagi tukang kayu dan orang-orang yang menyaksikan penebangan kayu.
4. Pembuatan jalur
Pada prinsipnya pembuatan jalur sama dengan membuat perahu biasa. Panjang jalur atau sampan berkisar 20 sampai 30 meter, lebar 1 sampai 1,5 meter, muatan jalur dibuat memuat 40 sampai 60 orang yang disebut dengan anak pacu.
5. Maelo (menarik)
Menarik jalur dilakukan dengan aba-aba dengan tali pengikat rotan yang kuat dan panjang. Tali diikat pada telinga jalur bagian depan-belakang untuk ditarik orang banyak agar jalur bisa lurus.
6. Melayur perahu jalur (mengasapi)
Proses pembakaran atau pengasapan jalur. Proses ini dimulai dari menaikan jalur ke atas rampaian (tempat pengasapan) setinggi 1,20 meter.
7. Menghiasi dan memberi nama
Pada tahap ini jalur dilengkapi dengan hiasan, terutama pada bagian selembayung jalur. Selain sebagai tempat berpegang tukang onjai (menggoyang jalur), selembayung merupakan suatu kesatuan bentuk sebuah jalur yang tidak dapat dipisahkan. Setelah dihiasi bagian terakhir adalah pemberian nama pada jalur yang mengidentifikasikan suatu kampung.
Pacu jalur dan aksi tukang tarinya viral di media sosial hingga mendunia. Bagaimana sih sebenarnya sejarah kebudayaan dari Riau ini?
Arti Pacu Jalur
Pacu Jalur, terdiri dari dua kata yakni 'pacu' dan 'jalur'. Pacu dalam bahasa Indonesia adalah lomba. Jalur adalah sampan yang terbuat dari kayu di hutan tertentu dengan syarat tertentu pula.
Keterangan tersebut dilansir dari jurnal 'Nilai Karakter dalam Budaya Pacu Jalur pada Masyarakat Teluk Kuantan Provinsi Riau' yang ditulis Hendri Marhadi dan Erlisnawati dari Universitas Negeri Riau, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar Volume 1 No 1 Februari 2017.
Proses Pembuatan Jalur
Ternyata untuk membangun jalur atau sampan yang diperlombakan, butuh proses panjang lho, detikers. Dari jurnal 'Perlombaan Pacu Jalur di Kuantan Singingi (2009-2019)' yang ditulis Risman, Meri Erawati dan Kaksim, begini prosesnya:
Siapa Saja yang Harus Ada di Jalur untuk Berkompetisi?
Setelah jalur jadi dan siap dilombakan dalam pacu jalur, siapa saja sih yang harus ada dengan perannya masing-masing?
Semua yang termuat dalam jalur disebut 'pangayuah' yang berfungsi untuk mendayung jalur yang terdiri dari:
1. Tukang tari
2. Tukang concang/onjai
3. Tukang kayuah/anak pacu
4. Tukang kemudi
Nah aksi yang sedang viral dan gerakan-gerakannya diikuti dalam berbagai versi adalah aksi tukang tari.
Pendayung berpacu, sedangkan penari asik menari saat jalur melaju membelah Sungai Kuantan menuju garis finish. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Roni Rakhmat menyebut ada tiga anak menari di jalur sepanjang 25-40 meter tersebut. Tiga penarik cilik itu pun memiliki peran masing-masing.
"Tiga anak ini disebut penari atau joki, timbo ruang dan tukang onjai. Ini elemen yang ada dalam pacu jalur di luar anak pacu," kata Roni pada Rabu (2/7/2025), dilansir detikSumut dikutip, Kamis (3/7/2025).
Penari cilik dilibatkan karena lebih ringan. Apalagi posisinya berada di ujung jalur dengan pendayung 40-60 orang atlet dari aliran Sungai Kuantan.
*3 Tahun Jatuh-Bangun Latihan Menari Kini Senang*
Keviralan yang dituai Dhika saat ini tak lepas dari aksi menanam. Pertama, tentulah menari tak semudah itu. Seperti siapapun yang berlatih apapun untuk pertama kali, pastilah ada proses jatuh-bangunnya.
"Pertama dulu takut, beberapa kali jatuh. Tapi sekarang sudah enggak takut jatuh karena sudah terbiasa. Kan bisa renang," sambung anak kedua dari Rani Ridawati dan Jufriono ini.
Selama latihan, Dikha memang disiapkan khusus buat menari di bagian depan jalur. Ini beda sama tukang onjai yang posisinya di belakang dan biasanya usianya lebih dewasa.
Setelah viral, Dikha mengaku senang. Dia mengakui menari di jalur secara spontan.
"Perasaan senang, kalau menari itu spontan saja," terang Dikha.
Regi Yusti Ramadan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Hang Tuah Pekanbaru