PEKANBARU - Harga minyak melonjak lebih dari 3 persen pada perdagangan Senin (7/10/2024) tertekan meluasnya konflik di Timur Tengah, khususnya ancaman Israel yang akan menyerang fasilitas minyak Iran. Bahkan, harga Brent menembus US$ 80 per barel dan tertinggi sejak Agustus.
Mengutip Reuters, Selasa (8/10/2024), harga minyak Brent menguat 3,69% hingga mencapai level US$ 80.93 per barel dan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 3,71% hingga mencapai US$ 77,14 per barel.
Brent juga melonjak lebih dari 8% dan WTI menguat lebih dari 9% dalam perdagangan sepekan kemarin dan menjadi kenaikan terbesar dalam satu tahun terakhir.
Meluasnya konflik Timur Tengah terjadi setelah serangan rudal Iran ke Israel pada awal Oktober silam, memicu kekhawatiran akan adanya serangan balik ke fasilitas minyak Iran.
Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow mengatakan, jika Israel menyerang fasilitas minyak Iran, maka dipastikan harga minyak akan terus merangkak naik.
"Jika serangan Israel ke Iran terjadi, harga minyak bisa naik mencapai US$ 3 hingga US$ 5 per barel," paparnya.
Pada Senin (7/10/2024) pagi, Hizbullah meluncurkan roket yang didukung Iran ke Kota Haifa, Israel, sebagai kota ketiga terbesar di negara tersebut.
Israel juga disebut siap memperluas serangan darat ke Lebanon dalam rangka peringatan satu tahun perang Gaza, Palestina yang saat ini telah menyebar ke berbagai negara di Timur Tengah.
“Namun, jika Israel tidak menyerang fasilitas minyak Iran, harga minyak kemungkinan akan turun kembali sebesar US$ 5 hingga US$ 7 per barel,” uca Andrew.
Analis dari Tudor Pickering, Holt & Co menyampaikan apabila kekhawatiran konflik akan terus meningkat, maka akan mengancam produksi minyak Iran mencapai 3,4 juta barel per hari.
"Pasokan minyak regional juga akan terganggu apabila serangan mengincar infrastruktur minyak Iran," ucapnya.
Namun, beberapa analis pasar juga menyebut kenaikan harga saat ini berlebihan.
"Kami melihat serangan langsung terhadap fasilitas minyak Iran sebagai respons paling tidak mungkin yang dipilih Israel," tulis analis ANZ Research.