PEKANBARU - Pemantau iklim Uni Eropa melaporkan Juni 2024 mencetak rekor suhu terpanas di seluruh dunia. Memecahkan rekor sebelumnya di Juni 2023.
"Setiap bulan sejak Juni 2023 telah melampaui rekor suhu tertinggi dalam 13 bulan berturut-turut panas global yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Copernicus Climate Change Service (C3S), dikutip dari Channel News Asia, Selasa (9/7/2024).
"Ini lebih dari sekadar keanehan statistik dan ini menyoroti perubahan iklim besar dan berkelanjutan. Bahkan jika kejadian ekstrem ini berakhir suatu saat nanti, kita pasti akan melihat rekor-rekor baru dipecahkan seiring dengan terus memanasnya iklim," kata direktur layanan, Carlo Buontempo.
Hal ini dinilai pakar tak dapat dihindari selama kebiasaan manusia terus menambahkan gas-gas yang memerangkap panas ke atmosfer. Rekor baru di pertengahan tahun ditandai oleh krisis iklim ekstrem.
Panas terik menyelimuti sebagian besar wilayah dunia mulai dari India hingga Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Meksiko pada paruh pertama tahun ini.
Kebakaran hutan telah membakar daratan di Yunani dan Kanada dan minggu lalu, badai Beryl menjadi badai Atlantik kategori lima yang paling awal tercatat ketika melanda beberapa pulau Karibia.
Gelombang suhu yang memecahkan rekor ini bertepatan dengan El Nino, berkontribusi terhadap cuaca panas secara global, kata Julien Nicolas, ilmuwan senior di C3S.
"Itu adalah salah satu faktor di balik catatan suhu, tapi itu bukan satu-satunya faktor," katanya kepada AFP.
Suhu laut juga mencapai titik tertinggi baru. Rekor suhu permukaan laut di Atlantik, Pasifik Utara, dan Samudra Hindia ikut berkontribusi terhadap melonjaknya panas di seluruh dunia.
Suhu permukaan laut mencapai tonggak sejarah terpisah pada bulan Juni, tertinggi baru dalam 15 bulan berturut-turut, suatu kejadian yang digambarkan Nicolas sebagai perubahan besar yang sangat 'mencolok'.
Lautan menutupi 70 persen permukaan bumi dan menyerap 90 persen panas berlebih yang terkait dengan peningkatan emisi pemanasan iklim.
"Apa yang terjadi pada permukaan laut berdampak penting pada suhu udara di atas permukaan dan juga suhu rata-rata global," ujarnya.
Dunia disebutnya akan memasuki fase transisi La Nina yang mempunyai efek mendinginkan. "Kita memperkirakan suhu (udara) global akan berkurang dalam beberapa bulan ke depan," kata Nicolas.
"Namun, jika rekor suhu (permukaan laut) ini terus berlanjut, bahkan ketika kondisi La Nina berkembang, hal itu mungkin menyebabkan 2024 menjadi lebih hangat dibandingkan tahun 2023. Meski begitu, masih terlalu dini untuk memberikan kesimpulan," tambahnya.
Suhu udara global dalam 12 bulan hingga Juni 2024 adalah yang tertinggi dalam catatan data, rata-rata 1,64 derajat Celcius di atas suhu pra-industri, kata Copernicus.
Bulan lalu, Copernicus mengatakan ada kemungkinan 80 persen suhu rata-rata tahunan bumi setidaknya untuk sementara akan melampaui angka 1,5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan.