PEKANBARU - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan Hasyim Asy’ari dari jabatannya sebagai Ketua KPU pada Rabu (3/7/2024).
Keputusan ini berkaitan dengan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang melibatkan tindakan asusila terhadap seorang anggota panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di wilayah Eropa.
Namun, bagaimana mekanisme pergantian ketua KPU dan komisionernya? Berikut ini penjelasannya.
Pada Undang-undang (UU) Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, terutama pada Pasal 29, 30, 31. Pasal 29 ayat (1) yang menjelaskan, anggota KPU di berbagai tingkatan berhenti antarwaktu karena tiga hal, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
Pada pasal yang sama di ayat (2), menyebutkan tujuh alasan anggota KPU bisa diberhentikan. Salah satu dari tujuh hal ini terpantau, anggota KPU yang bersangkutan bisa dipecat. Berikut ini adalah penjelasan per poin dari mekanisme penggantian anggota KPU, yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum.
1. Anggota KPU dapat diberhentikan jika tidak lagi memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 10 Tahun 2016, yang mencakup 13 kriteria yang harus dipenuhi.
2. Anggota KPU dapat diberhentikan jika terbukti melanggar sumpah/janji jabatan atau kode etik yang berlaku.
3. Seorang anggota KPU dapat diberhentikan jika tidak mampu melaksanakan tugas secara berkelanjutan selama tiga bulan berturut-turut atau mengalami halangan tetap.
4. Anggota KPU dapat diberhentikan jika dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.
5. Anggota KPU dapat diberhentikan jika dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang terkait dengan pemilu.
6. Seorang anggota KPU dapat diberhentikan jika tidak hadir dalam rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas.
7. Anggota KPU dapat diberhentikan jika melakukan perbuatan yang terbukti menghambat KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota dalam mengambil keputusan dan penetapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah anggota KPU diberhentikan, posisinya akan digantikan oleh calon anggota KPU berikutnya sesuai urutan dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat (DPR).
Begitu juga untuk anggota KPU provinsi, penggantinya akan diambil dari calon berikutnya dalam urutan hasil pemilihan KPU pusat, dan untuk anggota KPU kabupaten/kota, calon penggantinya berasal dari urutan berikutnya hasil pemilihan KPU provinsi yang tercantum dalam Pasal 29 ayat (4). Proses penggantian ini tidak memerlukan panitia seleksi tambahan.
Dalam Pasal 30 diatur bahwa sebelum pemberhentian anggota KPU dilakukan, perlu ada verifikasi oleh dewan kehormatan (DK) atas rekomendasi dari Bawaslu atau pengaduan masyarakat dengan identitas yang jelas. Anggota KPU yang bersangkutan juga memiliki kesempatan untuk membela diri di hadapan DK dalam proses pemberhentian tersebut.
Jika DK, setelah mendengar pembelaan anggota KPU, memutuskan untuk memberhentikan mereka berdasarkan rekomendasi, maka anggota tersebut akan diberhentikan sementara hingga keputusan pemberhentian resmi diterbitkan.
Tata cara pengaduan masyarakat, proses pembelaan anggota KPU di hadapan DK, serta mekanisme pengambilan keputusan terkait rekomendasi DK diatur lebih lanjut dalam peraturan yang dibuat oleh KPU. Peraturan ini harus sudah disusun paling lambat dalam waktu enam bulan sejak anggota KPU dilantik.