PEKANBARU - Brain Cipher, hacker yang menyerang Pusat Data Nasional (PDN) milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku akan memberikan kunci data yang telah diretas. Ia menyebut akan memberikan kunci untuk membuka enkripsi data secara cuma-cuma atau gratis.
Pernyataan itu datang dari rilis yang dikeluarkan oleh kelompok peretas tersebut lewat forum dark web dan diunggah oleh akun X milik @stealthmole_int. Diketahui bahwa akun media sosial tersebut merupakan akun perusahaan keamanan siber yang berbasis di Singapura.
Brain Chiper disebut sebagai dalang serangan malware dengan jenis ransomware di server PDNS 2 Surabaya. Serangan mereka berlangsung selama kurang lebih dua minggu terakhir dan menghebohkan Tanah Air.
"Hari Rabu besok, kami akan merilis kunci enkripsi secara gratis. Kami harap serangan kami memberikan penjelasan kepada kalian agar perlu meningkatkan keamanan siber dan mendanainya hingga merekrut spesialis keamanan siber yang kompeten," ujar Brain Cipher dikutip akun X @stealthmole_int, Selasa (2/7/2024).
Brain Cipher juga memohon maaf kepada masyarakat Indonesia atas kegaduhan akibat ulahnya itu. Ia mengaku serangan itu tidak terkait dalam dunia politik.
"Kami juga meminta publik memahami keputusan ini kami buat secara independen, tanpa pengaruh pihak mana pun," tulis Brain Cipher.
Meskipun akan memberikan kunci akses data secara gratis, Brain ternyata menyediakan link donasi secara sukarela. Ia telah membuka akses ke e-wallet untuk aset kripto berbasis Monero bagi siapa pun yang ingin memberikan donasi.
Sebelumnya, kelompok hacker ini telah meminta tebusan sebesar US$ 8 juta atau sekitar Rp 131 miliar untuk membuka kunci enkripsi data-data yang di-hack.
Diketahui, Server PDNS 2 terkena serangan ransomware yang menyebabkan gangguan pelayanan pada 210 instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Instansi yang layanannya terdampak, antara lain Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian PUPR, LKPP, hingga Pemerintah Daerah Kediri.
Namun, dari 210 instansi terdampak, gangguan paling parah terjadi pada pelayanan keimigrasian Kemenkumham, karena layanan publik tersebut menjadi salah satu yang paling intens diakses masyarakat.