Muflihun Datangi Polresta Pekanbaru, Laporkan Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan SPPD

Muflihun Datangi Polresta Pekanbaru, Laporkan Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan SPPD

PEKANBARU (HALOBISNIS)  - (14/7/2025),  Muflihun, S.STP., M.AP., mantan Sekretaris DPRD Provinsi Riau dan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, menyerahkan laporan hukum penting yang berpotensi menguak borok lama dalam tubuh birokrasi.

Laporan itu bukan sekadar pengaduan pribadi. Ia menyangkut dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen perjalanan dinas, yang ironisnya, lolos verifikasi keuangan dan menyebabkan dana negara cair tanpa dasar yang sah. Sebuah praktik yang, jika terbukti, bukan hanya melibatkan individu pelaku pemalsuan, melainkan juga membuka pertanyaan serius, Apakah sistem verifikasi keuangan negara sudah sebobrok itu?

“Saya pastikan itu bukan tanda tangan saya. Tapi kenapa bisa lolos dananya? Siapa yang bermain di balik layar?” ujar Muflihun, nada tegasnya.

Dugaan Palsu, Dana Mengalir

Kasus ini bermula dari dua dokumen: Surat Perintah Tugas (SPT) Nomor: 160/SPT/ dan SPPD Nomor: 090/SPPD/, yang mencatat perjalanan dinas konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri pada 2–4 Juli 2020.

Muflihun menegaskan, ia tidak pernah menandatangani dokumen itu, apalagi melakukan perjalanan dimaksud.
Namun, dokumen itu tetap diproses, diverifikasi, dan dicairkan oleh bagian keuangan.

Namun, yang lebih mengejutkan, Muflihun turut menyingkap besarnya potensi kerugian akibat sistem yang lemah.

“Sistem verifikasi di bagian keuangan dianggap gagal total. Bayangkan, dampak dari palsunya satu dokumen bisa menimbulkan kerugian negara yang besar,” ujar Muflihun dalam sebuah video yang beredar belum lama ini.

Dalam video tersebut, Muflihun mengungkap data mengejutkan, sebanyak 4.700 SPT tercatat di lingkungan DPRD Riau dengan nilai kerugian yang ditaksir mencapai Rp198 miliar. Ia pun mempertanyakan “Kalau seperti ini kondisinya, berapa banyak dari 4.700 SPT itu yang sebenarnya palsu?”


“Kami meyakini ada pihak-pihak internal yang sengaja membiarkan, bahkan mungkin mengatur agar dokumen palsu bisa lolos,” ungkap Ahmad Yusuf, S.H., kuasa hukum Muflihun.

Pola Lama, Nama yang Sama

Yang membuat kasus ini semakin meresahkan adalah kemiripannya dengan perkara terdahulu. Dalam sidang kasus perjalanan dinas fiktif yang menyeret mantan Plt Sekwan, Tengku Fauzan Tambusai, ke pengadilan tahun lalu, dua nama staf keuangan Deni Saputra dan Hendri juga disebut-sebut.

Saksi dalam sidang mengungkap, praktik “meminjam nama” untuk dokumen fiktif adalah hal lazim. Imbalannya? Uang tunai hingga Rp1,5 juta per transaksi. Namun, meski nama mereka berulang kali muncul di pengadilan, hingga kini belum pernah benar-benar tersentuh hukum.

“Ini aneh. Nama-nama itu selalu muncul, tapi tidak pernah ditindak. Ada apa dengan penegakan hukum kita?” ujar Weny Friaty, S.H., anggota tim hukum Muflihun.

Bukan Salah Satu Orang, Tapi Sistem

Kasus ini juga memunculkan pertanyaan yang lebih mendalam Jika pemalsuan dokumen bisa terjadi lintas tahun dan kepemimpinan, mungkinkah ini menjadi bagian dari kejahatan sistemik?

Khairul Ahmad, S.H., M.H., anggota tim hukum lainnya, menegaskan pentingnya melihat lebih luas.
“Kalau pelakunya berganti, tapi polanya tetap sama, artinya ada sistem yang rusak dan dibiarkan. Ini bukan soal siapa menjabat, tapi siapa yang bermain di balik sistem itu,” ujarnya.

Laporan Resmi, Harapan Terbuka

Kini, laporan dugaan pemalsuan tanda tangan ini telah diterima secara resmi oleh Polresta Pekanbaru berdasarkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dengan Nomor: STPLP/ 533/ VII/ 2025/ POLRESTA PEKANBARU.

Langkah hukum ini diharapkan dapat membuka kembali penyelidikan menyeluruh atas dokumen perjalanan dinas tahun 2020 dan 2021.

“Saya percaya hukum masih bisa ditegakkan. Tapi saya tidak bisa diam saat kehormatan saya diinjak oleh orang-orang yang bermain dengan dokumen negara,” kata Muflihun, menutup keterangannya malam itu.

Kini sorotan publik tertuju pada langkah Polda Riau. Mampukah institusi penegak hukum ini membongkar praktik korupsi terselubung dalam mekanisme verifikasi keuangan? Ataukah kasus ini akan kembali tenggelam, seperti nama-nama yang pernah disebut, tapi tak pernah tersentuh

Berita Lainnya

Index