PEKANBARU - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah dan nyaris menembus level psikologis Rp 17.000 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg hingga pukul 09.10 WIB, rupiah turun 269 poin atau 1,62% ke level Rp 16.921 per dolar AS di pasar spot exchange.
Pelemahan rupiah terjadi di tengah pergerakan beragam mata uang Asia. Mata uang yang ikut melemah antara lain dolar Singapura sebesar 0,09%, dolar Taiwan 0,78%, won Korea 0,47%, dan yuan China 0,45%.
Sementara itu, sebagian mata uang Asia justru menguat terhadap dolar AS, seperti yen Jepang yang menguat 0,35%, dolar Hong Kong naik tipis 0,04%, dan rupee India menguat 0,24%.
Pelemahan nilai tukar rupiah dipicu oleh ketidakpastian global, salah satunya akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh pemerintah AS. Kebijakan ini memungkinkan AS menaikkan tarif impor terhadap negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia.
Ekonom Indef, Fadhil Hasan, menilai kebijakan tarif ini berpotensi menimbulkan tekanan tambahan terhadap rupiah.
“Beruntung saat ini kita masih dalam masa libur, jadi dampak langsung terhadap nilai tukar rupiah belum terlihat secara konkret,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk “Waspada Genderang Perang Dagang” di Jakarta.
Fadhil menjelaskan bahwa tarif resiprokal bisa menyebabkan harga barang impor di AS naik dan memicu inflasi. Jika inflasi melonjak, Bank Sentral AS (The Fed) kemungkinan akan menaikkan suku bunga atau menunda pemotongan suku bunga, yang membuat instrumen keuangan AS lebih menarik bagi investor.
Situasi ini bisa menyebabkan capital outflow dari negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga memperparah tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi oleh strategi stabilisasi dari Bank Indonesia (BI).