Pengelolaan Diusut Bareskrim Polri, Ini Jawaban PT SPR Langgak

Pengelolaan Diusut Bareskrim Polri, Ini Jawaban PT SPR Langgak

PEKANBARU - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut dugaan penyimpangan pengelolaan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) terkait operasional Wilayah Kerja Langgak di Kecamatan Tambun, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) tahun 2010 hingga 2023.

Tiga Gubernur Riau pada periode itu ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan  di Markas Polda Riau, Jalan Pattimura, Pekanbaru, pada pekan lalu.

Terkait dugaan itu, Denny Azani B Latif selaku kuasa hukum PT SPR Langgak angkat bicara. Ia menegaskam antara PT SPR dengan PT SPR Langgak, adalah dua institusi yang berbeda.

"SPR Langgak adalah perusahaan dari PT SPR. Jadi SPR dan SPR Langgak beda institusi. PT SPR kepemilikan adalah Pemprov Riau sebagai pemegang saham mayoritas. Kemudian SPR Langgak, pusat yang holding bekerja sama KCL (Kingswood Capital Limited)," ujar Denny, Senin (1/7/2024) malam.

Denny menjelaskan, pada 18 April 2010, terjadi Kesepakatan Bersama antara PT SPR dan KCL terkait pengelolaan WK Langgak. Ketika itu Direktur Utama PT SPR, Rahman Akil dan Direktur KCL, Martino Norma.

Kemudian, pada 20 April 2010, berdasarkan Kesepakatan Bersama antara PT SPR dan KCL, ditunjuk PT SPR Langgak (sebagai anak perusahaan SPR) yang bertindak sebagai operator Wilayah Kerja (WK) Langgak.

"Ini setelah ditunjuk oleh BPMIGAS," kata Denny.

Namun dalam perjalanannya, pada tanggal 30 Desember 2014, BPKP Perwakilan Provinsi Riau mengeluarkan laporan audit kinerja terhadap PT SPR. Salah satunya kesepakatan bersama SPR dan KCL berindikasikan merugikan perusahaan sebagai BUMD.

"Disebutkan PT SPR harus membayar kepada KCL sebesar US$400.000,00 untuk keperluan
penggantian seluruh biaya yang dikeluarkan KCL dalam memperoleh WK Langgak," ungkap Denny.

Selain itu, PT SPR Langgak selaku anak perusahaan PT SPR membayar Signature Bonus sebesar US$1.005.000 ke Pemerintah RI, SPR Langgak menyerahkan Performance Bond seluruhnya sebesar US$1.000.000 dan SPR Langgak menanggung semua biaya operasi PSC.

"Di lain pihak KCL tetap mendapatkan 50 persen lifting minyak setelah dikurangi biaya biaya (Cost Recovery)," tutur Denny.

Setelah temuan itu, sejak Maret 2015, Rahman Akil, menghentikan pembayaran bagian KCL. Alasannya karena perjanjian 18 April 2010 merugikan PT SPR.

Meski demikian pembagian entitlement tetap dihitung setiap bulan dan tahunnya dengan pola yang sama sejak dari awal operasi WK Langgak.

Audit kinerja BPKP dilanjutkan dengan Audit Investigasi yang hasilnya menyatakan bahwa
terdapat kerugian PT SPR sebesar USD 7,4 juta karena kesepakatan yang tidak berimbang antara SPR sebagai BUMD dengan KCL.

Untuk periode selanjutnya, pada 8 Juli 2016, terjadi pergantian Direktur Utama PT SPR kepada Nasir, sedangkan PT SPR Langgak dipimpin Ikin Faizal, merangkap General Manager PT SPR Ketika itu kondisi perusahaan tidak sehat, dan dilakukan perbaikan.

"Karena di zaman direktur terdahulu tidak lagi dilakukan pembayaran kepada KCL, maka direktur selanjutnya dilakukan hal yang sama. Itu pun karena terdapat audit investigasi BPKP Riau," ucap Denny.

Atas kebijakan itu, Country Manager KCL tidak terima dan melaporkan Direktur PT SPT dan PT SPR Langgak ke Bareskrim Polri pada 1 November 2018. Tuduhannya penipuan, penggelapan dan pencucian uang.

"Dilakukan pemeriksaan, penyelidikan oleh Bareskrim dari tahum 2019 sampai tahun 2023.
Tahun 2024, statusnya ditingkatkan ke penyidikan," tutur Denny.

Penyidik Bareskrim Polri kemudian menetapkan Direktur PT SPR dan Direktur PT SPR Langgak, Ifin Faizal sebagai tersangka. "Pada Kamis (28/6/2024) lalu, Ifin Faizal dan Direktur PT SPR ditahan," ungkap Denny.

Denny menyatakan penahanan itu, tidak ada kaitannya dengan pengembalian kepada KCL. "Pihak Ikin Faizal sebagai Direktur SPR Langgak, tidak terlibat sama sekali dalam perjanjian kerja sama antara SPR dan KCL.

Denny menyebut, penahanan memang menjadi hak penyidik kepolisian. Namun penahanan terhadap Ikin dinilai aneh. "Ini aneh luar biasa menurut saya, SPR Langgak tidak ada perjanjian kerja sama antara PT SPR pusat dan KCL," ulangnya.

Ia menilai PT SPR Langgak hanya operator yang dilibatkan dalam perjanjian kerja sama. "Tapi kenapa ujuk-ujuk justru (Direktur) SPR Langgak yang ditahan dan jadi tersangka," tambahnya.

Terkait tidak adanya pembayaran kepada KCL, Denny menyatakan harusnya itu dilakukan oleh PT SPR pusat. "Namun kenapa dipaksa SPR Langgak harus bayar KCL karena tidak punya kewenangan apa-apa, termasuk memindahkan aset perusahaan," kata Denny.

"Mana mungkin orang yang tidak punya hak disangka menggelapkan atau meminta bagian KCL.
Ikin Faisal berkali-kali bilang saya mau bayar KCL tapi yang terbesar bukan saya. Karena kalau harus dibayar berarti kena pasal Tipikor. Ini yang aneh," sambung Denny.

Denny menegaskan permintaan KCL kepada Direktur PT SPR Langgak tidak masuk akal. Hal itu tidak bisa dilaksanakan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku.

"Secara hukum tidak bisa dilaksanakan, sebagai legal maupun hukum perseroan. Direktur dari anak SPR tidak punya kewenangan apapun untuk bisa membayar kepada KCL karena tidak terdapat kerja sama SPR Langgak dengan KCL. Itu ditandatangani SPR pusat dan KCL," tekan Denny.

Disinggung tentang pemeriksaan tiga mantan Gubernur Riau, Denny mengatakan karena Pemerintah Provinsi Riau sebagai pemegang saham terbesar di PT SPR. Pemerintah membayar ada pada Pemprov Riau.

"Kalau Pemprov Riau memerintahkan untuk membayar maka direktur tentu akan bayar. Aneh kenapa Direktur PT SPR Langgak yang ditahan, urusannya apa. Kan tidak ada urusannya," tutur Denny.

Dalam perjanjian kerja sama, lanjut Denny, tidak ada tindak pidana. Juga ada audit dari BPKP Riau yang harusnya ditindaklanjuti.

"Itu harusnya ditindaklanjuti, tapi kenapa pembayaran diberhentikan. Kalau mau dibayar, KCL minta saja ke pejabat gubernur, bilang aja perintahkan bayar, pasti tidak berani. Pemprov saja tidak berani, apalagi operator SPR," bebernga.

Denny berharap, penanganan kasus ini dilakukan secara profesiomal. "Jangan sampai ada yang terzolimi," harao Denny.

Selama Ikin Faizal menjabat sebagai Direktur PY SPR Langgak, RUPS tahunan untuk Laporan Keuangan SPR Langgak dinyatakan dengan opini wajar dan diterima oleh Pemegang Saham.

Dalam Laporan Keuangan SPR/SPR Langgak, semua bagian bagi hasil milik KCL dan juga
pembayaran kewajiban PPH Migas milik KCL ke negara dicatat secara transparan dan sudah melalui audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP).

"Sehingga tidak terdapat unsur penipuan, penggelapan, apalagi pencucian uang," pungkas Denny.

Berita Lainnya

Index