PEKANBARU - Wakil Ketua Bidang Hukum DPD I Golkar Riau Eva Nora mengomentari soal pemeriksaan mantan Gubernur Riau yang juga Ketua DPD I Golkar Riau Syamsuar, pada Jumat lalu.
Pemeriksaan itu, lantaran Syamsuar diduga terlibat dalam permasalahan yang melilit BUMD Riau, PT Sarana Pembangunan Riau (SPR). Apalagi, muncul dugaan keterlibatan mantan Gubernur Riau Syamsuar dan menutupi hasil audit BPKP terhadap SPR Langgak tahun 2010-2015.
Menurut Eva Nora, Golkar berkepentingan untuk memberikan penjelasan mengingat selain mantan Gubernur Riau, Syamsuar juga melekat sebagai Ketua DPD I Golkar Riau serta bakal calon Gubernur Riau dari Golkar.
Eva Nora menjelaskan, Syamsuar tidak ada kepentingan atas temuan BPKP itu. Sebab, temuan dari BPKP itu adalah hasil audit tahun 2010-2015.
"Saya mewakili beliau sebagai Ketua DPD I, apalagi tahun ini merupakan tahun politik. Apalagi Waketum Golkar saat berkunjung ke Riau telah menjelaskan bahwa Pak Syamsuar merupakan bakal calon Gubernur Riau dari Golkar. Saya perlu luruskan, beliau diangkat menjadi Gubernur Riau itu tahun 2019 dan 2023 mundur jadi Gubernur Riau karena ikut maju DPR RI. Audit ini 2010-2015 artinya tidak ada kepentingan beliau untuk menutupi maupun tidak menindaklanjuti hasil temuan itu," kata Eva Nora, Sabtu (29/6/2024) malam.
Eva menjelaskan, Syamsuar selalu mendukung upaya pemberantasan korupsi dan transparansi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau saat dia menjabat Gubernur. Ia juga siap untuk bekerja sama dengan pihak berwenang dalam proses hukum ini untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
"Saya perlu sampaikan bahwa pada periode 2010 - 2015, Ketua DPD I Golkar Riau Syamsuar masih menjabat sebagai Bupati Siak. Perkiraan kami karena itu audit di periode tersebut, tak ada kepentingan beliau di situ. Kita sudah cek juga tidak ada sanak saudara, keluarga yang harus beliau lindungi sehingga harus beliau tutupi audit tersebut. Tak ada juga kepentingan Pak Syamsuar untuk tidak menindaklanjutinya," katanya.
"Jadi kalau disangkakan beliau ini yang menutupi, beliau sengaja menutupi hasil audit, saya perlu tegaskan bahwa saat itu beliau tak ada kepentingan apapun, karena saat itu Pak Syamsuar Bupati Siak. Kalau disebut Pak Syam menutupi hasil audit BPKP yang keluar tahun 2018 sampai 2020 tak ditindaklanjuti, perlu diketahui Pak Syam baru menjabat 2019, barangkali ada yang lebih prioritas, sehingga ini belum ditindaklanjuti," katanya lagi.
Ia menjelaskan, ia belum bisa masuk pada materi pokok perkara karena kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan, dan ia tak mau mendahului. Ia menjelaskan, sangkaan-sangkaan yang mengemuka saat ini akan berdampak pada partai Golkar, sehingga Golkar perlu menjelaskannya.
"Kita khawatir dampak sangkaan-sangkaan ini berdampak pada trust beliau di masyarakat, apalagi beliau sebagai bakal calon gubernur. Apalagi awam nanti menilai wah Rp40 miliar (dugaan korupsi), maka saya jelaskan, tak ada kepentingan Pak Syamsuar untuk menutupi hasil audit itu, jangan rancu," katanya.
Mantan Gubernur Riau yang juga Ketua DPD I Golkar Riau Syamsuar, memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan terkait dugaan penyimpangan di PT SPR.
Pemanggilan dilakukan di Mapolda Riau, Jumat (28/6/2024). Pantauan di lapangan menunjukkan Syamsuar memberikan keterangan mulai dari pagi hari pukul 10.00 WIB hingga menjelang salat Jumat, dan dilanjutkan ba’da Jumat sampai sekitar pukul 15.00 WIB.
Ditemui usai memberikan keterangan, Syamsuar mengaku sebagai warga negara yang taat hukum, ia memenuhi undangan dari Bareskrim tersebut.
"Saya diundang dan dimintai keterangan dalam rangka permasalahan BUMD PT SPR, periode 2010 - 2015. Saya dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai Gubernur Riau 2019-2024. Saya hadir untuk memberikan keterangan sesuai apa yang diharapkan," katanya.
"Kalau untuk hal-hal lain saya tidak bisa sampaikan, mungkin penyidik Bareskrim yang bisa menjelaskan," tambahnya.
Pemprov Riau menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini. Pasalnya, sejumlah pejabat teras dan mantan Gubernur Riau Syamsuar diperiksa Mabes Polri secara maraton.
Hal ini diketahui karena dugaan adanya penyimpangan anggaran di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT SPR Langgak diduga angkanya mencapai Rp40 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa mantan pejabat Pemprov Riau juga diperiksa Mabes Polri terkait dugaan penyelewengan di BUMD Riau tersebut. Di antaranya, mantan Gubernur Riau Syamsuar, mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.
Selain itu, Pj Sekretaris Daerah Provinsi Riau Indra, Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau Alzuhra, dan Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau Yan Dharmadi, serta sejumlah petinggi BUMD SPR Langgak juga dipanggil Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan.
Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau, Yan Dharmadi, membenarkan informasi pemeriksaan tersebut. Dia mengatakan, pihaknya dipanggil mewakili Pemerintah Provinsi Riau untuk kapasitasnya di Biro Hukum.
"Iya, saya sudah sampaikan sepengetahuan dan kapasitas saya sebagai Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau," kata Yan Dharmadi, Sabtu (29/6/2024).
Ditanyakan mengenai materi pemeriksaan menyangkut dugaan penyimpangan di salah satu BUMD Riau SPR Langgak, Yan Dharmadi tidak menampik. Hanya saja, ia tidak bersedia menyampaikan secara detail terkait kasus yang didalami Mabes Polri tersebut.
"Diperiksa terkait BUMD PT SPR Langgak, tapi kalau detailnya bukan kewenangan saya menyampaikannya," sebutnya.
Seperti diinformasikan sebelumnya, mantan Gubernur Riau Syamsuar dipanggil Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri di Polda Riau, Jalan Pattimura Pekanbaru.
Syamsuar dipanggil untuk dimintai keterangan terkait permasalahan PT SPR. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu merupakan satu di antara tujuh perusahaan berplat merah yang ada di Riau.
Sebagai informasi, Syamsuar sendiri saat menjadi orang nomor satu di Riau terhitung pada 20 Februari hingga November 2023. Lalu apa kaitannya dengan mantan Gubernur Riau Syamsuar?
Informasi dari berbagai sumber terpercaya, keterlibatan mantan Gubernur Riau Syamsuar karena diduga menutupi dan menggelapkan hasil audit BPKP terhadap SPR Langgak tahun 2010-2015. Dimana, hasil audit tersebut dari BPKP keluar akhir 2018 dan sampai tahun 2020 tidak ditindaklanjuti.
Kondisi ini menjadi sorotan Mabes Polri, karena diduga ada permainan yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp40 miliar pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dikarenakan kewajiban terhadap pembayaran hak KCL selama 2010-2015 yang tidak dilunasi lebih kurang Rp100 miliar.
Untuk diketahui dari hasil audit BPKP tersebut, diketahui adanya dugaan kerugian negara untuk anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan mencapai Rp40 miliar. Diduga keterlibatan mantan Gubernur Riau yang diperiksa Mabes Polri karena hasil itu diduga diketahui dan tidak ditindaklanjuti. Bahkan adanya dugaan menghilangkan barang bukti.*