Jangan Diumbar di Medsos, Gubri Minta Keluhan MBG Ditulis dan Masukan Dalam Tempat Makan

Rabu, 22 Oktober 2025 | 11:00:00 WIB

PEKANBARU (HALOBISNIS) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penyelenggaraan Makan Bergizi Gratis (MBG) Provinsi Riau. 

Satgas MBG tersebut melibatkan kabupaten dan kota se-Riau itu agar program Presiden Prabowo Subianto itu berjalan lancar di Bumi Lancang Kuning. 

Hal itu disampaikan Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid saat rapat evaluasi pelaksanaan program prioritas Presiden mengenai makan bergizi gratis (MBG) di Provinsi Riau bersama Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional (BGN), Dadang Hendrayudha, di Ruang Melati Kantor Gubernur, Selasa (21/10/2025).

"Kami telah membentuk Satuan Tugas Percepatan Penyelenggaraan MBG yang diketuai oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Riau. Satgas tersebut, juga didukung seluruh Sekda kabupaten/kota se-Riau," kata Gubri. 

Gubri mengatakan, Pemprov juga telah melakukan pengecekan rutin hampir setiap minggu ke sekolah-sekolah dan dapur-dapur penyedia MBG. Saat ini, cakupan MBG di Riau baru mencapai 10 persen dari jumlah  sasaran.

"Respon masyarakat sangat baik. Banyak orang tua merasa terbantu karena tidak perlu lagi menyiapkan bekal makan anak," sebut Gubri. 

Meski demikian, lanjut Gubri, pelaksanaan program MBG tak lepas dari tantangan. Di awal program, hanya 50 persen siswa yang mengonsumsi makanan bergizi yang disediakan. Setelah ditelusuri, sebagian besar anak mengeluh soal rasa.

"Saya minta dapur memperbaiki kualitas rasa. Anak-anak boleh menyampaikan keluhan, tapi ditulis saja dan dimasukkan ke dalam tempat makan, tidak perlu diumbar di media sosial (medsos)," tegasnya. 

Sebab menurut Gubri program ini sangat membantu terutama di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Masalah lain yang dihadapi, sebut Wahid, keterbatasan alat pengujian bahan pangan. Pada tahun 2025, hanya tersedia 112 unit rapid test kit (80 untuk pestisida, 32 untuk formalin).

Padahal, setiap Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) wajib menguji minimal lima komoditas pangan segar. Hingga kini, baru 15 SPPG yang menjalani pengujian, tersebar di 12 titik di Pekanbaru dan 3 di Kampar.

Kemudian banyak bahan pangan lokal masih didatangkan dari luar provinsi, sehingga pengawasan terhadap kualitas dan keamanan pangan menjadi lebih kompleks. Kasus keracunan pun sempat terjadi, akibat beberapa dapur memasak makanan sejak malam hari, yang kemudian basi saat disajikan keesokan harinya.

"Prosedurnya seharusnya memasak pukul 2 sampai 5 pagi. Tapi pengawasan di lapangan masih lemah," cetusnya. 

Sementara itu, Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional (BGN), Dadang Hendrayudha menyebut, saat ini di Pekanbaru sudah terdapat sekitar 873 SPPG, namun sebagian besar belum memiliki dapur aktif.

"Beberapa tenaga kerja sudah digaji negara, tapi belum bekerja optimal karena belum ada dapur. Ini harus disinkronkan," katanya. 

Karena itu, Dadang menekankan pentingnya kehadiran ahli gizi dan akuntan dalam setiap dapur. Di mana ahli gizi tidak hanya membuat menu nasional tunggal, melainkan berbasis kearifan lokal. 

"Ahli gizi dibutuhkan untuk menghitung komposisi kalori, karbohidrat, dan gizi seimbang. Sayangnya, tenaga ahli ini justru sulit dicari," ujarnya. 

Sementara itu, pembangunan SPPG di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di Riau tidak melalui portal nasional mitra.bgn.go.id. 

Investor lokal dapat langsung mendaftar melalui Satgas kabupaten/kota. Bangunan SPPG dirancang seluas 150 m² dengan fasilitas lengkap, meliputi kantor, gudang, ruang persiapan, pengolahan, penyimpanan, hingga tempat pencucian.

Terkini