Pekanbaru - Anggota Komisi II DPR RI Ujang Iskandar menilai penerapan reforma agraria tidak bisa hanya mengandalkan Kementerian ATR/BPN saja. Sebab itu, dirinya mengusulkan agar ada keterlibatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal ini menjadi sorotan dirinya lantaran salah satu program reforma agraria, yaitu redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan dan tanah terlantar, belum berjalan sesuai harapan. Oleh karena itu, ia meminta untuk menjembatani kedua instansi tersebut.
"Program Strategis Nasional dengan ATR/BPN juga terkait dengan Kementerian LHK. Menurut kami, kita perlu ada rapat koordinasi untuk menuntaskan pekerjaan rumah kita," ucap Ujang dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Kantor Wilayah ATR/BPN di Serang, Provinsi Banten, Jumat (29/9/2023).
Dengan adanya koordinasi antara KLHK dan Kementerian ATR/BPN, imbuhnya, diharapkan bisa memastikan kepastian subjek dan objek redistribusi tanah di Indonesia. Sehingga, status dari tanah tersebut menjadi jelas.
"Ketidakjelasan status, memang tidak terjadi pada Provinsi Banten saja, termasuk yang di tempat di luar Jawa juga. Banyak hutan yang sudah enggak ada sudah, malah sudah jadi kebun tetapi statusnya masih menjadi kawasan hutan khususnya produksi," ucap Politisi Fraksi NasDem itu.
Sepakat, Anggota Komisi II DPR Wahyu Sanjaya mendukung penguatan koordinasi antara Kementerian ATR/BPN dan KLHK. Walau egoksektoral antar dua instasi tersebut cukup kuat, ia ingin isu redistribusi tanah selesai.
"Ini menjadi pekerjaan rumah besar agar masyarakat setempat bisa memperoleh kepastian hukum atas tanah tersebut," pungkas Politisi Fraksi Demokrat itu.