PEKANBARU - Center of Reform on Economics (Core) Indonesia mengatakan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ekonom senior dan pendiri Core Indonesia Hendri Saparini menyebut, saat ini daya beli masyarakat menurun sehingga penjualan dan produksi juga ikut menurun. Ketika menjadi PPN 12 persen diterapkan, maka supply dan demand akan menurun sehingga karyawan berisiko mengalami PHK.
“Industri saat ini kapasitas terpakainya sudah rendah, kemudian tidak ada yang membeli, dan pasti dia akan layoff karena tidak ada pilihan lain. Nah, jadi PHK itu terjadi, dan akan jadi rentetan,” ujar Hendri, Sabtu (23/11/2024).
Untuk itu Hendri meminta agar pemerintah menunda menaikkan PPN 12 persen sambil menunggu kondisi konsumsi dan industri kembali pulih. Di samping itu, pemerintah juga bisa melakukan evaluasi terhadap pajak penghasilan (PPh) sebelum menerapkan PPN 12 persen.
Hal senada juga dikatakan Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal. Menurutnya, gelombang PHK terjadi setelah PPN 12 persen diterapkan. Hal itu karena menurunnya profitabilitas sebuah industri.
Selain itu, kenaikan PPN 12 persen juga akan membuat daya beli masyarakat kelas menengah menurun yang akan berdampak pada produksi industri. Otomatis, mereka akan melakukan efisiensi, mengurangi jumlah karyawannya, dan memicu PHK.
“Jadi kalau PPN naik jadi 12 persen akan menekan industri, sehingga konsumsinya akan turun dan industri kena. Kapasitas produksinya turun sehingga mereka terpaksa harus melakukan efisiensi, mengurangi jumlah karyawan dengan PHK karena tidak kuat," pungkasnya.