BANGKINANG (HALOBISNIS) - Polemik penganggaran proyek kegiatan Penataan Pedesterian Taman Kota Bangkinang dengan nilai kontrak Rp 3,8 miliar lebih kini semakin panas.
DPRD Kampar yang terkesan tidak tahu adanya anggaran tersebut pada tahun anggaran 2025 mencoba merespon dengan melakukan pemanggilan terhadap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Riang (PUPR) Kampar pada Senin (15/9/2025), namun sangat disayangkan pihak Dinas PUPR tidak menghadiri undangan lembaga wakil rakyat tersebut.
Ketua Komisi IV DPRD Kampar Agus Risna Saputra, Senin (15/09/2025) malam dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, Komisi IV kembali akan menjadwalkan ulang pemanggilan dinas tersebut. “Kita minta beliau (Kepala Dinas PUPR) hadir langsung, tidak boleh diwakilkan,” tegas Agus.
Politisi Partai Golkar yang baru menjabat Ketua Komisi IV DPRD Kampar selama 1,5 bulan menggantikan Iib Nursaleh yang dilantik menjadi Wakil Ketua DPRD Kampar itu mengaku heran terkait proses anggaran proyek ini. Ia menilai, sejak awal pembangunan Taman Kota terkesan tidak transparan.
“Kenapa bangunan yang sudah ada malah dihancurkan lagi. Jangan membongkar lagi bangunan yang sebenarnya masih bagus. Kalau alasannya memperindah kota, apakah itu ideal di tengah kondisi keuangan daerah yang sedang efisiensi,” ujarnya.
Sementara itu, dari sejumlah informasi yang didapatkan dari anggota DPRD Kampar pada Senin (15/9/2025), anggaran kegiatan proyek Taman Kota ini dicurigai masuk saat pergeseran anggaran karena mereka mengaku tidak pernah membahas anggaran yang dinilai mereka mubazir ini karena masih banyak skala prioritas selain mempercantik Taman Kota, apalagi saat ini kondisi keuangan daerah mengharuskan melakukan efisiensi ketat.
Terkait hal ini, Kepala Dinas PUPR Kampar Afdal yang dihubungi melalui telepon selulernya sejak Senin hingga Selasa (16/9/2025) pagi tidak aktif.
Sorotan Hukum dan Administrasi
Secara hukum, pembongkaran bangunan pemerintah yang baru berdiri memang dimungkinkan. Namun, ada aturan dan konsekuensi yang tidak bisa diabaikan.
Pertama, Asas Efisiensi dan Akuntabilitas. Proyek yang dibiayai APBD harus memberi manfaat nyata. Membongkar bangunan baru, misalnya usia 2 tahun, bisa dianggap pemborosan, bahkan berpotensi melanggar prinsip efisiensi dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kedua, alasan Pembongkaran Harus Jelas. Pembongkaran hanya bisa dibenarkan jika ada alasan teknis kuat, misalnya gagal konstruksi, membahayakan keselamatan, atau adanya proyek strategis yang lebih besar. Tanpa alasan jelas, hal ini bisa menjadi temuan BPK dan masuk ranah hukum.
Ketiga, pertanggungjawaban hukum. Jika pembongkaran terjadi karena kesalahan perencanaan, pihak yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan penganggaran bisa dimintai pertanggungjawaban, bahkan berpotensi menjadi kasus Tipikor.
Keempat, prosedur yang wajib ditempuh harus ada kajian teknis dari dinas terkait, dituangkan dalam keputusan kepala daerah, dan bila menimbulkan kerugian negara bisa dikenakan mekanisme TPKN (Tuntutan Perbendaharaan dan Ganti Rugi).
Publik Menunggu Transparansi
Publik kini menanti kejelasan dari Pemkab Kampar terkait alasan pembongkaran Taman Kota yang sebelumnya dinilai masih layak dan indah. DPRD Kampar berjanji akan mengawal persoalan ini hingga tuntas, agar tidak menjadi preseden buruk dalam tata kelola pembangunan daerah.