Pekanbaru - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Tutuka Ariadji mengatakan harga BBM Non subsidi berpotensi naik usai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Kenaikan ini berdasarkan imbas konflik di Timur Tengah sehingga tren harga minyak dunia mengalami kenaikan. Namun, diakui Tutuka pemerintah masih akan mencermati kembali perihal harga BBM tersebut.
"Kalau saya cermati harga minyak naik lagi kayaknya mau ke sana, karena intensitas Timur Tengah masih tinggi karena mengganggu logistik jadi akhirnya terpengaruh. Jadi memang perlu dicermati, saya setuju karena harga minyak cenderung naik terus," tuturnya ketika ditemui di Perkantoran Lemigas, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, harga BBM nonsubsidi ke depan akan selalu tergantung dengan harga minyak dunia.
"Jadi kan kalau yang nonsubsidi ini kan ikut formula harga indeks minyak, sekarang minyak sudah USD82 per barel. Jadi dibanding sama tahun lalu ada kenaikan antara USD5-6 dan itu pasti mempengaruhi biaya produksi," jelasnya di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024.
Arifin mengaku, ketika usai pemilu dirinya mempersilahkan penjualan BBM Non Subsidi kepada masing-masing badan usaha karena mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Namun untuk harga bbm subsidi Pertamina tetap akan ditahan.
Lantaran menurut Arifin badan usaha akan melakukan evaluasi masing-masing mengenai harga BBM Nonsubsidi. Apalagi, badan usaha memang kerap saling berkompetisi satu sama lain.
Perlu diketahui, PT Pertamina (Persero) memang memutuskan untuk menahan harga Pertamax cs pada Februari 2024 atau sebelum pemilu 2024. Padahal, semua badan usaha seperti Shell, Vivo dan bp-AKR memutuskan untuk mengerek harga BBM Non subsidinya.