Jubir KPK: Pemeriksaan Sekdaprov Riau dan Kabag Protokol untuk Memperdalam Penyidikan

Selasa, 11 November 2025 | 08:30:00 WIB

PEKANBARU (HALOBISNIS) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Gubernur Riau, Senin (10/11/2025). Selain dokumen, tim juga membawa Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Syahrial Abdi dan Kepala Bagian (Kabag) Protokol, Raja Faisal Febrinaldi.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan Sekdaprov dan Kepala Bagian Protokol dibawa untuk dimintai keterangan. "Penyidik meminta keterangan lebih lanjut dari Sekda dan Kabag Protokol," ujar Budi, Selasa (11/11/2025).

Budi menjelaskan kegiatan ini untuk memperdalam penyidikan terkait dugaan pemerasan, pemotongan, dan gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e, 12 huruf f, dan 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Di kasus ini, KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka. Status serupa juga disematkan kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Muhammad Arief Setiawan serta Tenaga Ahli Gubri Dani M Nursalam.

Dalam kegiatan penggeledahan, penyidik juga mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) yang diduga berkaitan dengan pengelolaan dan penggunaan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

Budi menegaskan bahwa penggeledahan dan pemeriksaan ini merupakan bagian dari rangkaian upaya paksa sebagaimana diatur dalam KUHAP, guna mencari dan menemukan alat bukti yang relevan dengan perkara.

“Penyitaan barang bukti dan permintaan keterangan dari berbagai pihak sangat penting untuk membantu penyidik dalam membuat terang perkara ini,” ujar juru bicara tersebut dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11/2025).

Budi juga mengimbau agar semua pihak yang dimintai keterangan bersikap kooperatif dan mendukung proses penegakan hukum yang tengah berjalan. 

KPK berharap dukungan masyarakat Riau dapat membantu mempercepat pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut.

"Dalam proses penanganan perkara ini, KPK mengimbau agar para pihak kooperatif dan masyarakat Provinsi Riau untuk terus aktif dalam mendukung efektivitas penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi tersebut," kata Budi.

Untuk diketahui, tim KPK melakukan operasi tangkap tangan di Kota Pekanbaru pada Senin (3/11/2025). Awalnya KPK mengamankan 10 orang, yakni Gubenur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Muhamaad Arif Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR, Kepala UPT 1-IV dan tenaga ahli gubernur.

Mereka kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Selasa (4/11/2025). Setelah pemeriksaan intensif, penyidik menetapkan tiga orang tersangka, yakni Abdul Wahid, Muhammad Atirf Setiawan dan Fani M Nursalam.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan, kasus bermula dari pertemuan di salah satu kafe antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP, pada Mei 2025.

Pertemuan itu untuk membahas kesanggupan pemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid selaku Gubernur Riau. Fee sebesar 2,5 persen atas penambahan anggaran 2025 

Anggaran itu dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi 177,4 miliar. Terjadi kenaikan Rp106 miliar.

Hasil pertemuan itu dilaporkan ke Kepala Dinas PUPU PKPP, Mihammad Arif Setiawan. Oleh Aruf, fee tersebut dinaikkan menjadi 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.

Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah “jatah preman”.

Selanjutnya, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk Abdul Wahid sebesar 5% atau Rp 7 miliar.

Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode “7 batang”.

Terjadi beberapa kali setoran fee jatah kepada Abdul Wahid. Yakni pada Juni 2025. Ferry sebagai pengepul uang dari Kepala UPT, mengumpulkan total Rp1,6 miliar.

Dari jumlah itu, atas perintah Kepala Dinas PUPR PKPP, Ferry mengalirkan dana sejumlah Rp1 miliar kepada Abdul Wahid. Uang itu diberikan melalui Dani M Nursalam dan Rp600 juta kepada kerabat Muhamamd Arif Setiawan.

Pada Agustus 2025, atas perintah Dani M Nursalam melalui Muhammad Arif Setiawan, Ferry kembali mengepul uang dari para kepala UPT, dengan uang terkumpul sejumlah Rp1,2 miliar.

Uang itu didistribusikan Muhammad Arif Setiawan untuk driver MAS sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300 juta.

Pengumpulan dana terus berlanjung hingga November 2025. Kali ini tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, yang diantaranya dialirkan untuk Abdul Wahid. 

Uang itu diberikan melalui Muhammad Arif Setiawan Rp450 juta serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid. 

"Total penyerahan pada Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar," kata Johanis, Rabu (5/11/2025).

Uang yang diterima Abdul Wahid telah dipergunakan untuk keperluan dinas mau di luar kedinasan, seperti ke London, Inggris dan Brazil. Bahkan ia juga berencana ke Malaysia.

Dari hasil penggeledahan di rumah Abdul Wahud di Jakarta Selatan, tim mengamankan sejumlah uang dalam bentuk pecahan asing, yakni 9.000 poundsterling dan 3.000 USD atau jika dikonversi dalam rupiah senilai Rp800 juta.."Total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp1,6 miliar," kata Johanis.*

Terkini