PEKANBARU (HALOBISNIS) - Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Pekanbaru nonaktif, Yuliarso, mengungkap fakta baru di persidangan kasus korupsi Pemotongan Ganti Uang (GU) dan Tambahan Uang (TU) serta gratifikasi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Perkara itu menjerat tiga terdakwa yakni mantan Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekda Pekanbaru nonaktif, Indra Pomi Nasution dan mantan Plt Kabag Bagian Umum Setdako Pekanbaru, Novin Karmila.
Salah satu fakta yang diungkapkan Yuliarso adalah rencana kepindahan Indra Pomi ke Jakarta. Keinginan itu disampaikannya pada November 2025.
"Beliau pernah berencana pindah ke Jakarta, dalam rangka pengembangan karir," kata Yuliarso di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama, Selasa sore (1/7/2025).
Indra Pomi meminta Yuliarso untuk mencarikan kenalan di pusat yang bisa membantu proses tersebut. Ia dijanjikan akan ikut dibawa pindah ke Jakarta.
"Beliau bilang, 'Coba nanti kita cari kawan di sana. Mana tahu ada yang bisa bantu kita'," kata Yuliarso dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Delta Tamtama.
Dalam rangka tugas dinas ke Jakarta, Yuliarso kemudian bertemu dengan seseorang bernama Indra di Hotel Ganda Central, yang mengaku bisa membantu proses mutasi jabatan tersebut. Namun, orang itu meminta biaya operasional sebesar Rp200 juta.
Hal itu kemudian disampaikan ke Indra Pomi. "Saya sampaikan bahwa ada orang bisa bantu, setelah pulang dari Jakarta. Saya sudah menyampaikan orang tersebut perlu biaya, awal Rp200 juta,” ujar Yuliarso.
Terkait uang itu, lndra Pomi meminta agar menunggu. "Beliau bilang, tunggu dulu lah itu, " ucap Yuliarso.
Beberapa hari kemudian, uang itu ditanya kembali. Uang senilai Rp200 juta tersebut tidak sepenuhnya diberikan oleh Indra Pomi. Hanya Rp150 juta yang disetujui dan diserahkan melalui ajudannya, Indra Putra Seregar.
Uang itu kemudian disetor tunai oleh Yuliarso kepada seseorang bernama Andri. Di hari yang sama, Yuliarso kembali mengirim uang Rp50 juta yang berasal dari uang pribadinya.
"Jadi saya tambahkan sendiri Rp50 juta. Waktu itu beliau (Indra Pomi) bilang, 'Nanti kalau ada rezeki saya ganti'," jelasnya.
Yuliarso mengaku terlibat karena berharap bisa diajak ikut pindah apabila Indra Pomi benar-benar dimutasi ke Jakarta.
Dalam sidang tersebut, Yuliarso juga mengungkap bahwa dirinya memberikan uang secara langsung kepada Risnandar Mahiwa, mantan Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, sebanyak tiga kali.
Total uang yang diberikan mencapai Rp40 juta, dengan rincian Juni 2024 sebesar Rp10 juta, diserahkan di rumah dinas Walikota di Jalan Ahmad Yani.
September 2024 sebesar Rp15 juta, diberikan di kantor Walikota, disebut untuk membantu mertua Risnandar yang sedang sakit.
Kemudian November 2024 sebesar Rp15 juta, diserahkan di rumah dinas dan dititipkan melalui ajudan Risnandar.
Sebelum menyerahkan uang, Yuliarso melapor ke Risnandar. “Saya bilang, ‘Mohon izin, ini ada sedikit untuk operasional, Pak’,” kata Yuliarso.
Yuliarso berdalih bahwa pemberian uang tersebut merupakan bentuk perhatian dan dukungan terhadap kegiatan sosial yang sering dilakukan Risnandar, seperti menyantuni anak yatim.
Ia juga menegaskan bahwa uang tersebut berasal dari uang pribadinya, dengan gaji pokok sekitar Rp7 juta dan tunjangan sebesar Rp18 juta per bulan.
Untuk diketahui, Risnandar Mahiwa, Indra Pomi dan Novin Karmila terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2 Desember 2024. Mereka ditetapkan sebagai tersangka.
JPU mendakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi dan Novin Karmila melakukan korupsi dengan modus pemotongan GU dan TU di Bagian Umum Setdako Pekanbaru sebesar Rp8,9 miliar. Dana itu bersumber dari APBD Pekanbaru 2024.
Mereka juga didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintahan Kota (Pemko) Pekanbaru. Gratifikasi berupa uang dan baramg mewah.*