Usai Putusan MK, KPU Segera Pelajari Detail Pemisahan Pemilu Nasional-Daerah

Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:00:00 WIB

JAKARTA (HALOBISNIS) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan keserentakan pemilihan umum (pemilu) nasional dengan keserentakan pemilu daerah mulai 2029. KPU, kata Afifuddin, akan mempelajari detail putusan MK tersebut sebagai panduan hukum penyelenggaraan pemilu selanjutnya.

"Kami menghormati putusan MK dan akan pelajari secara detail putusan MK tersebut," ujar Afifuddin, Jumat (27/6/2025).

Afifuddin mengakui, pemilu yang digelar serentak seperti 2024 lalu membuat KPU selaku penyelenggara pemilu harus bekerja ekstra.

"Memang tahapan yang beririsan bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra," tandas Afifuddin.

Diketahui, MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilu, dalam hal ini pemilihan presiden (pilpres), pemilihan DPR, dan DPD akan dipisahkan dengan pemilihan DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah (Pilkada) tingkat gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.

Hal ini setelah MK memutuskan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) soal uji materi norma penyelenggaraan Pemilu Serentak.

Dalam putusan itu, MK memerintahkan pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden. Setelahnya, dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan untuk memilih anggota DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.

Karena itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai pemilu lima kotak sudah tidak lagi berlaku.

Pada kesempatan itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, tahapan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari satu tahun dengan pemilihan kepala daerah, juga berimplikasi pada partai politik, terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum.

Dampaknya, kata Arief, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik. Selain itu, dengan jadwal yang berdekatan, partai politik tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perekrutan calon anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus, dan bagi partai politik tertentu harus pula mempersiapkan kadernya untuk kontestasi dalam pemilihan umum presiden/wakil presiden.

Dengan demikian, agenda yang berdekatan tersebut juga menyebabkan pelemahan pelembagaan partai politik yang pada titik tertentu partai politik menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik dan kepentingan politik praktis.

“Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilihan umum jauh dari proses yang ideal dan demokratis. Sejumlah bentangan empirik tersebut di atas menunjukkan partai politik terpaksa merekrut calon berbasis popularitas hanya demi kepentingan elektoral," pungkas Arief.

Terkini