Pekanbaru - Harga minyak menguat imbas Rusia yang memerintahkan untuk membatasi produksi minyak dan serangan terhadap infrastruktur energi di Rusia dan Ukraina hingga mengimbangi sentimen permintaan PBB untuk gencatan senjata di Gaza.
Melansir Reuters Selasa (26/3/2024), minyak mentah berjangka Brent ditutup US$ 1,32 lebih tinggi atau 1,55%, pada US$ 86,75 per barel. Minyak mentah berjangka AS ditutup US$ 1,32 lebih tinggi atau 1,64% di level US$8 1,95.
Kedua harga minyak acuan tersebut terus meningkat tahun ini, Brent naik hampir 11% dan WTI naik sekitar 12,5% di tengah ekspektasi bahwa suku bunga di negara-negara besar akan turun pada musim panas dan ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah.
Selain itu, Moskow juga telah memberi perintah ke perusahaan untuk mengurangi produksi minyak pada kuartal kedua untuk memenuhi target produksi sebesar 9 juta barel per hari (bph) pada akhir Juni. Hal ini sejalan dengan janjinya kepada kelompok produsen OPEC+.
"Rusia berkomitmen terhadap pengurangan produksi OPEC+. Mereka tidak hanya melihat fundamental pasokan dan permintaan saat ini, namun juga melihat kesatuan dengan OPEC+, serta risiko guncangan harga yang lebih besar di kemudian hari," ungkap analis Price Futures Phil Flynn.
Sementara, Presiden NS Trading dan salah satu perwakilan unit Nissan Securities Hiroyuki Kikukawa menambahkan, serangan terhadap fasilitas energi Rusia dan infrastruktur energi Ukraina telah memicu kekhawatiran pasokan.
Kilang minyak Rusia yang lain juga kehilangan setengah kapasitas akibat serangan pesawat tak berawak pada akhir pekan lalu.
Ini adalah dampak terbaru dari serangkaian serangan di Ukraina bulan ini yang telah menutup 7% dari total kapasitas penyulingan.
Rusia juga menyerang fasilitas pembangkit dan transmisi Ukraina minggu lalu dan akhir pekan lalu sehingga menyebabkan banyak terjadi pemadaman listrik di berbagai wilayah.