Regulasi Saja Tak Cukup, Bullying Sekolah Perlu Ditangani dengan Aksi Nyata

Selasa, 25 November 2025 | 08:10:00 WIB
ilustrasi

JAKARTA (HALOBISNIS) - Pemerhati pendidikan, Doni Koesoema menilai penanganan kasus bullying atau perundungan di sekolah selama ini terlalu fokus pada pembuatan peraturan semata, tanpa implementasi nyata di lapangan.

Menurutnya, banyak kasus bullying di sekolah sangat memprihatinkan, tetapi pemerintah dan sekolah cenderung sibuk merancang regulasi.

"Ini sebuah cara yang kurang tepat di dalam merumuskan permasalahan. Memang benar harus ada regulasinya dan saya rasa kalau regulasinya itu kurang tepat, regulasinya bisa diubah," kata Doni saat memaparkan riset Indostrategi terkait pendidikan di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Doni mencontohkan, beberapa regulasi justru menimbulkan celah, misalnya guru tidak berani menegur siswa karena takut dianggap melanggar hak siswa. Akibatnya, perilaku siswa yang salah tidak mendapat sanksi, dan bullying tetap terjadi.

Ia menekankan, regulasi harus benar-benar tepat, tetapi analisa persoalan bullying tidak bisa hanya mengandalkan regulasi.

“Pertama, sekolah harus membangun sistem faktual, bukan hanya sekadar tim pencegahan kekerasan atau satgas yang tercatat di Dapodik, tetapi tidak pernah dilatih. Orang tua pun harus tahu harus menghubungi siapa ketika terjadi bullying,” jelasnya.

Kedua, kapasitas guru dan dinas pendidikan perlu diperkuat. Guru harus memahami standard operating procedure (SOP) penanganan bullying dan bisa merespons dengan cepat saat kasus terjadi.

Ketiga, orang tua harus proaktif. Laporan bullying yang masuk ke sekolah harus ditindaklanjuti dengan serius, tidak dianggap sepele. Doni menegaskan, korban yang melapor tidak boleh menjadi korban kedua akibat penanganan yang buruk.

"Jadi, membuat peraturan menteri agar sekolah aman harus dilihat dalam kerangka regulasi yang sudah ada. Intinya yang sudah bagus tinggal diperkuat eksekusinya. Kerja nyata. Tidak usah menambah peraturan baru," tegasnya.

Doni menambahkan, satgas bullying harus terdiri dari orang-orang berintegritas yang bisa menjaga kerahasiaan korban dan memastikan pencegahan serta penanganan kekerasan di sekolah berjalan efektif.

"Mereka harus orang-orang yang berintegritas karena kalau tidak, ketika anak lapor rahasianya, justru menjadi korban kekerasan dua kali. Kita harus melindungi harkat dan martabat anak-anak di sekolah," pungkas Doni Koesoema.

Terkini