PEKANBARU - Pemilu merupakan bagian penting dari demokrasi, namun dalam pelaksanaannya sering kali muncul permasalahan yang memerlukan pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang suara. Meskipun terdengar serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Baik pemungutan suara ulang maupun penghitungan ulang suara memiliki dampak terhadap hasil pemilu, meskipun dalam skala yang berbeda. Pemungutan suara ulang dapat mengubah total perolehan suara karena pemilih diberikan kesempatan untuk memilih ulang.
Sementara itu, penghitungan ulang lebih berfokus pada memastikan keakuratan penghitungan suara tanpa mengubah pilihan yang telah dibuat oleh pemilih. Oleh karena itu, mekanisme ini berperan penting dalam menjaga transparansi dan kredibilitas pemilu agar hasil akhirnya benar-benar mencerminkan suara rakyat.
Apa Itu Pemungutan Suara Ulang dan Penghitungan Suara Ulang?
Pemungutan suara ulang (PSU) adalah proses pemungutan suara yang diadakan kembali di tempat pemungutan suara (TPS) tertentu karena adanya pelanggaran atau kendala yang berpotensi memengaruhi hasil pemilu.
PSU biasanya diselenggarakan jika ditemukan indikasi kecurangan, pelanggaran prosedural, atau kesalahan administrasi yang cukup serius sehingga hasil pemungutan suara di TPS tersebut dianggap tidak dapat dipercaya.
Di sisi lain, penghitungan suara ulang adalah proses menghitung kembali surat suara yang telah masuk ke dalam kotak suara. Penghitungan ulang dilakukan apabila terdapat indikasi kesalahan dalam perhitungan sebelumnya, misalnya adanya perbedaan jumlah suara antara hasil rekapitulasi dengan formulir berita acara, atau jika ditemukan dugaan kekeliruan dalam pencatatan serta penjumlahan suara di TPS maupun tingkat lainnya.
Dasar Hukum
Pemungutan Suara Ulang
Pemungutan suara ulang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya pada Pasal 372. Dalam ayat (1) disebutkan bahwa pemungutan suara di TPS dapat dilakukan kembali apabila terjadi bencana alam atau kerusuhan yang menyebabkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau proses penghitungan suara tidak dapat dilaksanakan.
Sementara itu, ayat (2) menetapkan bahwa pemungutan suara di TPS harus diulang jika hasil pemeriksaan dan penelitian oleh Pengawas TPS menunjukkan adanya pelanggaran tertentu, seperti:
- Pembukaan kotak suara atau berkas pemungutan dan penghitungan suara yang tidak sesuai prosedur.
- Petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau mencantumkan nama maupun alamat pada surat suara yang telah digunakan.
- Petugas KPPS secara sengaja merusak lebih dari satu surat suara sehingga suara tersebut menjadi tidak sah.
- Adanya pemilih yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap maupun daftar pemilih tambahan.
Penghitungan Suara Ulang
Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 mengatur teknis pelaksanaan penghitungan suara ulang, termasuk prosedur, pihak yang berwenang, serta mekanisme penyelesaian sengketa.
Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2023 menjelaskan pengawasan terhadap proses tersebut dan langkah-langkah yang harus diambil jika terjadi pelanggaran dalam rekapitulasi suara.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memerintahkan penghitungan suara ulang dalam sengketa hasil pemilu jika ditemukan permasalahan yang memengaruhi hasil akhir. Dengan dasar hukum ini, penghitungan ulang menjadi mekanisme korektif untuk memastikan proses pemilu berlangsung transparan dan kredibel.
Pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang merupakan dua prosedur dalam pemilu yang bertujuan menjaga transparansi serta kredibilitas demokrasi. Pemungutan suara ulang dilakukan ketika terjadi pelanggaran atau kesalahan dalam proses pemungutan suara, sedangkan penghitungan suara ulang diterapkan jika ditemukan kekeliruan dalam proses penghitungan suara.