PPN Naik Jadi 12% di 2025, Layanan QRIS dan Beras Premium Umum Tetap Bebas Pajak

Senin, 23 Desember 2024 | 10:16:15 WIB

PEKANBARU - Pemerintah akan resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Namun, sejumlah sektor penting seperti layanan pembayaran digital melalui QRIS dan bahan pangan pokok dipastikan tidak akan terkena dampak kenaikan PPN ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa layanan transaksi digital seperti QRIS, debit card, e-money, serta transaksi di tol akan tetap bebas dari PPN. “QRIS tidak dikenakan PPN, begitu juga dengan transaksi e-money dan pembayaran tol,” ujar Airlangga dalam acara peluncuran EPIC Sale di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

Selain itu, bahan pangan pokok seperti beras, telur, jagung, dan sayuran juga tetap dikenakan PPN 0% atau ditanggung pemerintah. Airlangga juga memastikan bahwa beras premium yang termasuk dalam konsumsi pokok masyarakat tidak akan terkena PPN. “Beras premium itu bagian dari beras umum, jadi tidak ada PPN,” tegasnya.

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, turut menambahkan bahwa beras yang dikenai PPN adalah beras khusus yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti beras impor yang biasa digunakan oleh hotel, restoran, dan kafe (Horeka). “Beras medium dan premium untuk masyarakat umum bebas PPN, sementara beras khusus seperti untuk Horeka masih akan didiskusikan lebih lanjut,” ujar Arief.

Sebagai tambahan, Arief menjelaskan bahwa pangan pokok lainnya seperti daging ruminansia biasa, kedelai, bawang merah, bawang putih, dan cabai juga tidak akan dikenakan PPN 12%. Namun, untuk produk daging premium seperti Wagyu dan Kobe, serta ikan mahal seperti tuna dan salmon premium, akan dikenakan PPN sesuai tarif baru.

Menurut catatan Kemenko Bidang Perekonomian, produk makanan premium seperti beras khusus, buah-buahan impor kelas atas, dan daging premium yang sebelumnya bebas PPN, akan mulai dikenakan PPN 12% pada 2025. Kebijakan ini hanya berlaku untuk komoditas yang tidak menjadi kebutuhan pokok mayoritas masyarakat Indonesia.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat tetap menjaga daya beli masyarakat umum, sekaligus meningkatkan penerimaan negara dari sektor konsumsi mewah.

Terkini