Menguak Tradisi Pernikahan Suku Mandailing Perpaduan Antara Budaya dan Agama

Selasa, 14 Oktober 2025 | 14:50:00 WIB

PEKANBARU (HALOBISNIS)  -- Peribahasa " Janganlah engkau tinggalkan akar yang menghidupkanmu" sepertinya cocok disematkan kepada pasangan H Amrullah Marajo Rambe SE MM  dan H Nurhayati Harahap perantau asal Kisaran Asahan Sumatera Utara yang merupakan keturunan suku batak Mandailing.

Sesuai peribahasa  diatas pasangan yang sudah puluhan tahun tinggal di Kota Pekanbaru Bumi Lancang Kuning Riau ini tetap menekankan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai sumber identitas dan kekuatan.

Semua itu tampak jelas saat melaksankan pernikahan anak lelakinya Hendrawan dan Sundari pada 12 Oktober 2025 lalu.

Pesta pasangan pengantin ini dilakukan menggunakan prosesi adat pernikahan Suku Mandailing Sumatera Utara, yang mendiami sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal.

Sama dengan  suku Batak, suku Mandailing juga memiliki sistem kekerabatan patrilineal dan menggunakan marga. Bedanya dengan suku Batak, umumnya pada Mandailing tidak dikenal larangan perkawinan semarga.
Suku Mandailing dominan memeluk agama Islam, ini mengapa dalam pelaksanaan adatnya sangat dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Misalnya saja, besar kecilnya hajatan adat akan dilihat dari pilihan hewan korban yang dipotong, yaitu ayam, kambing atau kerbau.

Hj. Nurhayati Harahap menuturkan pesta adat atau tradisi pernikahan suku Mandailing ini merupakan bagian dari menjaga atau melestarikan warisan budaya yang menjadi sumber identitas dan kekuatan di tanah perantauan.

"Pesta ini merupakan salah satu cara menjaga warisan budaya di tanah perantauan, " kata perempuan yang merupkan bendahara umum Kerukunan Keluarga besar Kisaran (KKK)  Asahan  Provinsi Riau.

Pesta pernikahan secara adat dimulai  Jumat 10 Oktober 2025. Dimulai dengan acara Manyantan Boru: "Menjaga calon perempuan", yang bisa diartikan sebagai proses melamar atau mendekati calon wanita dengan penuh hormat.

Dan Ro Haroro Ni Bayo yakni entang kedatangan laki-laki", yang merujuk pada kedatangan keluarga laki-laki untuk melakukan proses lamaran secara adat.

Selanjutnya karena mempelai perempuan adalah berasal dari suku Melayu maka  untuk menjaga identitas keluarga dan garis keturunan mempelai wanita diberikan marga. Setelah selesai penabalan marga , seluruh undangan dan mempelai makan bersama.

Usai salat jumat rangakaian acara kembali dilanjutkan.dengan pemberian nasihat dari orang tua serta kerabat sebagai bekal pernikahan. Seluruh keluarga memberikan nasehat-nasehat pernikahan kepada pengantin. Yang kemudian ditutup dengan jawaban dari pengantin atas nasehat yang disampaikan.

Selepas  maghrib dilanjutkan dengan  membuka galanggang yang berarti manortor seluruh keluarga mora, kahanggi, anak boru, pisang raut dll, lengkap dohot danak boruna bertujuan siap melepas anak laki² kita dan menerima menantu perempuan  (parmaen) yang datang.

Sabtu 11 Oktober 2025 menjadi puncak acara pernikahannya yang disebut horja godang atau upacara /pesta besar .

Acara dimulai dengan sarapan pagi dan dilanjutkan dengan sidang adat mangido goar. 
Menobatkan gelar untuk pengantin laki-laki  Hendra Rambe dengan gelar Sutan Junjungan, malehen goar untuk  pengantin perempuan Namora Leistha Sundari Harahap .

Acara selanjutnya  Tapian raya bangunan . Dimana prosesi ini bertujuan untuk menghapus segala sifat tidak baik kedua pengantin saat masih melajang. Prosesi selanjutnya acara mengupa. Dengan selesainya prosesi mangupa, maka kedua pengantin dinyatakan resmi menjadi pasangan suami-istri secara adat Mandailing.

Terkini