PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan memperpanjang masa penahanan eks Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, bersama dua tersangka lainnya, yakni Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Setdako Novin Karmila. Masa penahanan ketiga tersangka ditambah selama 40 hari, mulai 23 Desember 2024 hingga 31 Januari 2025.
Risnandar dan dua tersangka lainnya diduga terlibat dalam praktik korupsi berupa permintaan, penerimaan, atau pemotongan pembayaran dari pegawai negeri dan kas umum, meski tidak ada dasar utang terkait pengelolaan anggaran Pemerintah Kota Pekanbaru tahun 2024.
Penahanan awal terhadap ketiganya dilakukan pada 3 hingga 22 Desember 2024 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK. "Penyidik memperpanjang masa penahanan di tingkat Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 40 hari untuk melengkapi berkas perkara," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Senin (24/12/2024).
Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Risnandar, Indra Pomi, dan Novin Karmila dilakukan oleh KPK pada 2 Desember 2024 di dua lokasi, yakni Pekanbaru dan Jakarta. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sembilan orang dan menyita uang tunai sebesar Rp6,8 miliar. Setelah penyelidikan lebih lanjut, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah OTT, KPK melakukan penggeledahan di 21 lokasi berbeda, termasuk 12 rumah pribadi di Pekanbaru, tiga rumah di Jakarta Selatan dan Depok, serta enam kantor di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru. Dari hasil penggeledahan, KPK menyita berbagai barang bukti berupa dokumen penting, surat-surat, barang elektronik, perhiasan, sepatu, tas sebanyak 60 unit, uang tunai senilai Rp1,5 miliar, dan 1.021 Dolar Amerika Serikat.
Menurut Tessa, KPK terus mengumpulkan alat bukti tambahan untuk memperkuat dakwaan terhadap ketiga tersangka. "Kami juga masih memanggil sejumlah saksi yang relevan dengan kasus ini guna memastikan tidak ada tindak pidana korupsi lain yang terkait," pungkas Tessa.
Kasus ini menambah deretan skandal korupsi yang melibatkan pejabat daerah di Indonesia, serta menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan keuangan daerah.