PEKANBARU -
Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Riau tahun 2025 kembali menjadi agenda penting bagi DPRD Riau periode 2024-2029 yang baru saja dilantik. Salah satu isu yang mencuat dalam pembahasan kali ini adalah potensi defisit anggaran pada APBD 2025, yang disoroti setelah beberapa pergantian kepemimpinan di Provinsi Riau sepanjang tahun 2024.
Diketahui, sepanjang tahun 2024, Riau mengalami tiga kali pergantian pemimpin. Mulai dari Edy Natar yang menjabat hingga Februari, kemudian dilanjutkan dengan Penjabat (Pj) Gubernur SF Hariyanto hingga Agustus, dan sejak 15 Agustus 2024, jabatan Pj Gubernur dipegang oleh Rahman Hadi. Pergantian tersebut disebut-sebut berpotensi memengaruhi stabilitas pengelolaan anggaran daerah.
Namun, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau, Indra Gunawan Eet, menepis kabar mengenai defisit yang sudah terlanjut mencuat tersebut. Eet yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi V DPRD Riau ini menjelaskan bahwa dalam rapat yang digelar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada Selasa (19/11/2024) malam, dibahas sejumlah asumsi terkait RAPBD 2025, termasuk isu defisit anggaran.
Eet menyayangkan adanya ketidaksesuaian antara pernyataan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Menurutnya, Bapenda seharusnya bisa lebih optimis dalam membuat asumsi terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD). "Kami heran, Bapenda tidak berani membuat asumsi terkait PAD, padahal mereka memegang data terkait pajak daerah, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar minyak, dan pajak air," ujar Eet.
Politisi Golkar ini menilai, Bapenda seharusnya mampu memproyeksikan potensi pendapatan daerah dengan lebih akurat. "Misalnya, pajak kendaraan bermotor, dari Oktober saja bisa mencapai Rp80 miliar per bulan, maka hingga Desember bisa mencapai Rp200 miliar lebih. Begitu juga dengan pendapatan dari bagi hasil PI 10 persen Blok Rokan," jelasnya.
Eet menegaskan bahwa isu defisit sebesar Rp1,3 triliun yang sempat mencuat tidak memiliki dasar yang kuat. "Defisit baru bisa dihitung setelah tutup buku pada akhir tahun, bukan saat APBD masih berjalan. Saat ini, dari total APBD 2024 sebesar Rp11 triliun, realisasi hingga Oktober sudah mencapai 69 persen atau sekitar Rp7,4 triliun," terang Eet. Kepala BPKAD juga optimis bahwa realisasi anggaran akan mencapai 93 persen atau sekitar Rp10,4 triliun hingga akhir tahun.
Eet menyebutkan bahwa kekurangan anggaran yang mungkin terjadi bisa diatasi melalui optimalisasi pendapatan daerah. "Kita harus mengejar pajak-pajak yang ada dan mencari solusi bersama antara Banggar dan TAPD agar APBD tetap seimbang," tegasnya.
Dalam rapat Banggar dan TAPD, disimpulkan bahwa ada asumsi defisit sebesar Rp400 miliar pada RAPBD 2025, namun hal ini masih bisa diatasi dengan peningkatan pendapatan daerah yang lebih maksimal. "Jangan terlalu cepat berprasangka buruk terhadap APBD, kita harus bekerja sama untuk mencari solusi agar tidak terjadi defisit," pungkas Eet.
Dengan adanya optimisme dari DPRD Riau dan TAPD, diharapkan pembahasan RAPBD 2025 dapat menemukan titik temu yang memastikan anggaran daerah tetap seimbang dan menciptakan pembangunan yang berkelanjutan untuk Provinsi Riau.